Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah boleh berbangga hati. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan pada bulan September 2017 lalu berada di angka 10,12 persen dari total populasi atau turun dibandingkan posisi enam bulan sebelumnya yakni 10,46 persen.
Jika dilihat dari angka absolutnya, jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat turun 1,19 juta dari 27,77 juta di bulan Maret menjadi 26,58 juta penduduk di bulan September. Kepala BPS Suhariyanto bahkan menyebut, penurunan kemiskinan ini merupakan prestasi pemerintah terbaik dalam tujuh tahun terakhir.
“Dari sisi persentase, tentu ini sangat menggembirakan. Ini merupakan pencapaian paling bagus, penurunannya paling cepat dalam tujuh tahun terakhir,” jelas Suhariyanto di Gedung BPS, Selasa (2/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senyum pemerintah boleh jadi makin mengembang, apalagi upaya pengentasan kemiskinan ini tak lepas dari peran kebijakan pemerintah. Suhariyanto menambahkan, turunnya tingkat kemiskinan ini dikontribusi karena stabilnya harga-harga bahan pangan, di mana inflasi tercatat 1,45 persen sepanjang enam bulan tersebut.
Tak hanya itu, bantuan pemerintah seperti beras untuk masyarakat sejahtera (rastra) hingga Program Keluarga Harapan (PKH) juga ikut berkontribusi. Adapun menurut dia, salah satu faktor yang menurunkan tingkat kemiskinan adalah distribusi rastra kepada 30 persen rumah tangga antara Mei hingga Agustus lalu.
“Selain itu, PKH juga berkontribusi besar dalam menurunkan tingkat kemiskinan. Makanya, kami juga sangat mendukung, jika penerima PKH ini ditingkatkan kembali di tahun depan,” paparnya.
Meski diganjar rapor baik, tetap saja persoalan kemiskinan menyisakan masalah lain. Masih mengutip data BPS, ternyata perbaikan pendapatan bukanlah penyumbang utama membaiknya tingkat kemiskinan.
Adapun, upah riil buruh tani memang meningkat 1,05 persen dalam waktu enam bulan. Namun, di saat yang bersamaan, upah riil buruh bangunan malah turun 0,66 persen.
Hal ini pun tercermin dari laju penurunan kemiskinan di desa yang jauh lebih cepat dibanding perkotaan. Sejak Maret 2016, tingkat kemiskinan di desa berhasil diredam sebesar 0,67 persen. Sementara dalam periode yang sama, tingkat kemiskinan di kota hanya bisa redup 0,53 persen.
Pekerjaan rumah yang besar menanti Indonesia tahun ini seiring tingkat kemiskinan dipatok 9,5 persen hingga 10 persen dari total populasi. Kebijakan pengentasan kemiskinan tentu saja tak hanya butuh sekadar bagi-bagi bantuan dan pengendalian harga kebutuhan pokok.
 Data tingkat kemiskinan (CNN Indonesia/Fajrian) |
Peneliti Institute for Developtment Economic and Finance (INDEF) Eko Listyanto berpendapat, penurunan tingkat kemiskinan ini bisa dianggap sebagai kado awal tahun bagi pemerintah. Hanya saja, ia sangsi jika tingkat kemiskinan ini bisa sinambung dalam waktu lama. Pasalnya, pengentasan kemiskinan ini tak menyentuh hingga sisi fundamentalnya.
Ia menuturkan, penurunan tingkat kemiskinan kemarin lebih banyak dipengaruhi oleh pengendalian inflasi dan juga kebijakan anggaran pemerintah. Kebijakan ini sebetulnya baik-baik saja, tetapi berisiko tinggi. Sebab, andaikan inflasi tak terkendali dan pemerintah tak punya anggaran lagi untuk sebar-sebar bantuan, ia yakin tingkat kemiskinan Indonesia bisa meroket tajam lagi.
“Secara umum, pendorong dari adanya penurunan tingkat kemiskinan ini karena pemerintah memberikan fasilitas, bukan pemerintah menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan membuat angka kemiskinan turun permanen,” kata dia.
Eko melanjutkan, tingkat kemiskinan tahun ini kian rentan seiring risiko inflasi yang juga makin mengintai. Ia berkaca dari data Desember 2017, di mana bahan makanan mengalami inflasi 2,26 persen secara bulanan
(month-to-month) yang dikhawatirkan bisa merembet ke bulan-bulan berikutnya.
Terlebih, saat ini bahan makanan merupakan komponen utama pembentuk garis kemiskinan. Beras, telur ayam, dan daging ayam, misalnya, sudah menyumbang 25,79 persen dari garis kemiskinan pedesaan di bulan September.
Maka dari itu, lanjut Eko, kemiskinan seharusnya bisa dibasmi dengan kebijakan jangka panjang, seperti penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan masyarakat. Selain ampuh mengerek pendapatan, kebijakan ini juga membuat masyarakat golongan pendapatan bawah tidak makin terlena dengan guyuran bantuan pemerintah.
Eko pun berharap pemerintah membuat skema kebijakan di mana lapangan pekerjaan bisa diakses oleh masyarakat berpendapatan bawah demi menjaga daya beli. Dalam hal ini, ia memandang kebijakan dana desa untuk menciptakan lapangan pekerjaan
(cash for work) yang dimulai di tahun ini merupakan langkah yang baik.
Hanya saja, menurut dia, pemerintah harus tetap mengawasi bahwa penerima manfaat itu adalah golongan masyarakat berpendapatan rendah. Dengan demikian, ia yakin pemerintah bisa mencapai target tingkat kemiskinan sebesar 10 persen di tahun ini.
“Makanya, pengentasan kemiskinan ini tidak hanya sekadar menahan laju inflasi. Harga bergejolak tentu dampaknya tidak signifikan jika pendapatan orang miskin berdaya. Oleh karenanya, kelompok miskin ini diberi kesempatan melakukan kegiatan ekonomi agar
income naik,” paparnya.
Sayangnya, pemanfaatan dana desa ini masih dianggap sebagai solusi parsial. Sebab, ketika kemiskinan berhasil tereduksi di daerah pedesaan, permasalahan baru malah menggeliat di daerah perkotaan.
Direktur Riset Center of Reform On Economics (CORE) Mohammad Faisal menambahkan, saat ini Indonesia perlu waspada akan kemiskinan yang terjadi di daerah perkotaan
(urban poverty).Ia menjelaskan, pengentasan kemiskinan di pedesaan mungkin bisa berhasil karena bantuan seperti dana desa. Namun, karena 60 persen populasi Indonesia berada di perkotaan, maka masalah urban poverty ini perlu mendapat perhatian khusus pemerintah.
Apalagi, menurut dia, hingga saat ini masih belum ada bantuan pemerintah seperti dana desa yang khusus dialokasikan bagi pengentasan kemiskinan di perkotaan. Maka dari itu, harus ada paket kebijakan khusus agar kemiskinan di perkotaan ini bisa tertekan.
Kebijakan ini, lanjut dia, semakin penting sebab ketimpangan yang terjadi di daerah perkotaan juga bisa semakin rendah. Masih berdasarkan data BPS, rasio gini di daerah perkotaan berada di angka 0,404 atau jauh lebih tinggi dibanding rasio gini pedesaan yakni 0,320.
“Isu
urban poverty ini perlu diangkat menjadi concern pemerintah. Karena selama Presiden Joko Widodo menjabat, ketertinggalan desa sudah dijawab dengan dana desa. Nah, kebijakan untuk perkotaan ini belum ada, apalagi permasalahannya sudah semakin kompleks,” tuturnya.
Ia melanjutkan, kemiskinan ini sebenarnya muncul dari dua sisi, yakni kurangnya pendapatan dan biaya hidup yang mahal. Oleh karenanya, kebijakan pengentasan kemiskinan, baik di desa maupun kota, seharusnya bisa mengakomodasi dua permsalahan tersebut.
Dari sisi biaya hidup, pemerintah harus menjaga inflasi bahan pangan bergejolak karena bahayanya dianggap laten terhadap tingkat kemiskinan. Sementara dari sisi pendapatan, pemerintah harus membuka fasilitas agar masyarakat berpendapatan bawah dan berpendidikan terbatas bisa menikmati beragam lapangan pekerjaan.
“Pekerjaan yang ada harus match dengan kondisi masyarakat di golongan terbawah. Makanya, kebijakan yang efektif adalah kombinasi yang bisa menuntaskan dua masalah tersebut. Yang penting, daya beli mereka bisa terjaga,” paparnya.
Bisa disimpulkan, jalan pemerintah masih jauh agar tingkat kemiskinan tidak menjadi-jadi. Hal ini pun disadari oleh pemerintah, meski memang kebijakan anggaran masih menjadi amunisi jitu untuk menembak tingkat kemiskinan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang mengaku senang melihat angka kemiskinan yang turun mendekati 10 persen. Ia berharap, anggaran pengentasan kemiskinan sebesar Rp283,7 triliun di APBN 2018 mendatang bisa menekan angka kemiskinan lebih jauh lagi.
Namun, ia berharap, kebijakan anggaran yang dibuatnya di tahun ini bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan di luar pulau Jawa. Sebab, tingkat kemiskinan di daerah tersebut terbilang lebih akut.
Sekadar informasi, tingkat kemiskinan di Pulau Jawa tercatat 9,38 persen. Sayangnya, tingkat kemiskinan di Sulawesi mencapai 10,93 persen dan bahkan mencapai 21,23 persen di Maluku dan Papua.
“Ini ada penurunan tingkat kemiskinan dengan tren positif. Kami harap, dengan anggaran yang ada, kami bisa menurunkan tingkat kemiskinan tak hanya Jawa tapi pulau lain,” paparnya.
(agi)