Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memprediksi gejolak harga pangan (volatile food) dan fluktuasi harga minyak dunia akan mewarnai pergerakan inflasi di sepanjang tahun ini. Kondisi ini berbanding terbalik dengan tahun lalu, dimana komponen harga yang diatur pemerintah (
administered price) menjadi biang kerok inflasi.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, sinyal pengaruh volatile food mulai terasa sejak Desember 2017. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi
volatile food secara bulanan, sudah tembus 2,46 persen pada periode tersebut dan menyumbang inflasi sebesar 0,45 persen.
Di samping itu, ia juga menilai bahwa pemerintah tidak berencana untuk mengubah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan dan subsidi listrik di tahun depan, sehingga efek
administered prices diperkirakan lebih kecil dari volatile food.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kami tahu bahwa harga pangan ini diwaspadai. Saya sudah lihat pemerintah tidak berencana perubahan subsidi BBM di 2018, dan itu sudah merupakan kebijakan sehingga risiko (
administered prices) dapat terkendali,” ujar Agus ditemui di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Rabu (3/1).
Di sisi lain, pergerakan harga minyak mungkin bisa memengaruhi harga BBM non-penugasan, mengingat harganya ditentukan oleh badan usaha. Namun, menurutnya, ada kalanya kenaikan harga minyak justru tak berpengaruh signifikan terhadap inflasi.
Ia berkaca dalam tiga bulan terakhir, di mana inflasi bulanan berada dalam rentang 0,1 persen hingga 0,2 persen, meskipun harga minyak dunia terus menanjak. “Kalau memang di tahun ini ada perubahan harga minyak, secara blended akan kami lihat,” imbuh dia.
Kendati demikian, ia optimistis, inflasi di tahun ini masih berada dalam rentang target 3,5 plus minus 1 persen. Apalagi, melihat tren dalam tiga tahun terakhir, inflasi selalu bergerak di bawah target. Ia berkaca dari inflasi 2015 silam yang berada di angka 3,3 persen dan bergerak 3,02 persen di 2016.
“Saya rasa yang dua itu (harga minyak dan volatile food) harus diwaspadai. Kalau
administered prices dampaknya mungkin lebih terasa di 2017, seperti harga listrik di semester pertama. Sepanjang tahun, saya lihat inflasi masih
within range,” terangnya.
Menurut data BPS, inflasi pada tahun lalu tercatat di angka 3,61 persen. Adapun, penyumbang inflasi terbesar adalah komponen
administered prices dengan angka 8,7 persen yang disusul oleh komponen inflasi inti sebesar 2,95 persen.
(bir)