Jakarta, CNN Indonesia -- Anjloknya beberapa saham emiten properti yang terjadi pada pekan lalu diprediksi menarik minat pelaku pasar untuk mulai melakukan aksi beli kembali pada pekan ini karena harga yang murah.
Hal ini dinilai bakal mendorong pergerakan indeks sektor properti sehingga bisa membuat sektor tersebut bertahan di teritori positif.
Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities, Nico Omer Jonckheere menjelaskan, ketertarikan pelaku pasar tersebut tak hanya dari sisi teknikal saja, melainkan juga segi fundamental perusahaan properti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fundamental mereka sebenarnya bagus, hanya saja perkembangannya stagnan karena harga tanah yang tidak naik secepat beberapa tahun lalu," ungkap Nico kepada
CNNIndonesia.com, dikutip Senin (15/1).
Nico memaparkan, beberapa saham tersebut, diantaranya PT PP Properti Tbk (PPRO), PT Sentul City Tbk (BKSL), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Lippo Karawaci memimpin pelemahan sebesar 2,81 persen ke level Rp484 per saham, diikuti dengan saham Sentul City yang terkoreksi 2,12 persen menjadi Rp138 per saham. Sementara, Bumi Serpong Damai dan PP Properti masing-masing turun 1,17 persen dan 1 persen.
"Sehingga saham properti terpilih karena memang menarik," sambung Nico.
Hingga akhir pekan ini, Nico memasang target harga untuk saham PP Properti di level Rp220-Rp240 per saham, Sentul City sebesar Rp175 per saham, Bumi Serpong Damai di level Rp1.800 per saham, dan Lippo Karawaci sebesar Rp800 per saham.
Namun begitu, tidak seluruh saham yang direkomendasikan ini mencatatkan kinerja positif atau tumbuh dari segi pendapatan dan laba bersih pada kuartal III 2017.
Bila dirinci, hanya dua dari empat emiten yang tumbuh dari pendapatan dan laba bersihnya. Dua emiten ini, yaitu PP Properti dan Bumi Serpong Damai.
PP Properti membukukan laba bersih sebesar Rp282,97 miliar, atau naik 8,64 persen bila dibandingkan dengan kuartal III tahun 2016 sebesar Rp260,46 miliar. Kenaikan ini ditopang oleh pendapatan perusahaan yang tumbuh 14,74 persen menjadi Rp1,79 triliun dari sebelumnya Rp1,56 triliun.
Sementara, laba bersih Bumi Serpong Damai melonjak hingga 98,79 persen dari Rp1,15 triliun menjadi Rp2,3 triliun. Padahal, pendapatan perusahaan hanya tumbuh 36,29 persen menjadi Rp5,82 triliun dari Rp4,27 triliun.
Kondisi yang berbeda terjadi pada kinerja Sentul City, di mana laba bersih perusahaan merosot 20,23 persen menjadi Rp83,14 miliar ketika pendapatan justru naik 49,56 persen menjadi Rp715,12 miliar.
Selanjutnya, Lippo Karawaci belum melaporkan laporan keuangan kuartal III 2017 ke Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga saat ini. Namun, kinerja perusahaan terlihat menurun bila mengacu pada laporan keuangan kuartal II 2017.
Lippo Karawaci hanya meraup pendapatan sebesar Rp4,93 triliun atau turun 3,33 persen dari sebelumnya Rp5,1 truliun. Alhasil, laba bersih perusahaan turun 2,09 persen dari Rp497,79 miliar menjadi Rp487,34 miliar.
Penguatan indeks sektor properti pekan ini dinilai juga akan ditopang oleh emiten sub sektor konstruksi. Pelaku pasar bisa mencermati saham konstruksi yang masih berpotensi menguat.
Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas, Kevin Juido Hutabarat menyebut, harga saham emiten yang berada di bawah sektor konstruksi meningkat sepanjang pekan lalu. Sehingga, pelaku pasar rentan melakukan aksi ambil untung (profit taking) demi merealisasikan keuntungannya.
Namun, pelaku pasar bisa membeli saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) ketika kedua saham ini terkoreksi atau disebut juga dengan buy on weakness.
"Jadi pelaku pasar bisa dapat di harga bawah, harga saham turun tapi berpotens naik lagi," terang Kevin.
Sepanjang pekan lalu, harga saham Wijaya Karya tumbuh 4,7 persen ke level Rp1.780 per saham. Kemudian, saham Adhi Karya berakhir di level Rp2.030 per saham atau menanjak 3,57 persen.
"Nanti pelaku pasar bisa masuk di Wijaya Karya di level Rp1.730 per saham dan Adhi Karya buy on weakness di level Rp1.980 per saham," ujar Kevin.
Selain itu, banyaknya proyek yang selesai pada tahun ini juga disebut-sebut akan memperbaiki arus kas emiten konstruksi yang selama ini jadi biang keladi pelemahan saham konstruksi.
"Jadi ada potensi pembayaran oleh yang menggunakan jasa emiten konstruksi itu, arus kas membaik. Ini jadi sentimen positif untuk akumulasi beli," papar Kevin.
Merujuk pada laporan keuangan Wijaya Karya periode kuartal III 2017, arus kas dari aktivitas operasi masih minus sebesar Rp2,69 triliun dan arus kas dari aktivitas investasi minus Rp1 triliun.
Hal yang sama juga terjadi pada Adhi Karya, di mana arus kas dari aktivitas operasi tercatat minus Rp3,02 triliun dan arus kas dari aktivitas investasi minus Rp28,99 miliar.