Ombudsman Kritik Data Stok Beras Kementerian Pertanian

SAH | CNN Indonesia
Senin, 15 Jan 2018 17:05 WIB
Ombudsman Republik Indonesia menilai, selama ini Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan data yang tidak akurat terkait stok ketersediaan beras.
Ombudsman Republik Indonesia menilai, selama ini Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan data yang tidak akurat terkait stok ketersediaan beras. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai, selama ini Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan data yang tidak akurat terkait stok ketersediaan beras.

Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai mengatakan, penyampaian informasi stok beras yang tidak akurat dapat menimbulkan kesimpangsiuran di masyarakat.

"Ada semacam pertanyaan publik baik itu menyangkut kelangkaan beras misalnya, apakah benar misalnya penjualan beras yang tidak stabil antara satu daerah dengan daerah lainnya," ujar Rifai saat konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin (15/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ia menilai ada informasi yang berbeda antara Kementan dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Pasalnya, di sisi lain, Kementan mengatakan stok beras cukup dan puncak panennya segera terjadi.

Apabila dilakukan impor beras, Rifai menyatakan hal itu dapat mengganggu stabilitas harga ke depannya. Namun, Kemendag mengatakan stok beras tengah langka dan diperlukan kebijakan impor.

Sementara itu, anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah mengatakan, Kementerian Pertanian selalu menyatakan produksi beras surplus dan stok mencukupi.

Hanya saja, berdasarkan pantauan Ombudsman RI di 31 provinsi dari tanggal 10-12 Januari 2018, stok beras dinilai pas-pasan, penyebarannya tidak merata, dan harganya terus meningkat tajam sejak Desember tahun lalu.

"Jawa Timur yang konon katanya panennya bagus juga merah (stok langka harga naik), Sumatera Selatan juga yang katanya punya lumbung padi juga merah," ujar Alamsyah.

Ia menambahkan data surplus yang selama ini digemborkan Kementan hanya berdasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah sebaran stok beras.

Rifai menilai terdapat kemungkinan Kementan melebih-lebihkan (mark up) data produksi beras dalam model penghitungannya. Ia pun mengimbau Pemerintah dalam hal ini Kementan agar menghentikan pembangunan opini surplus serta kegiatan panen yang berlebihan.

"Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap program cetak sawah, luas tambah tanam, benih subsidi dan program pemberantasan hama," imbuh Alamsyah.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah agar memberikan dukungan penuh kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyediakan data produksi yang lebih akurat agar tidak terjadi kesimpangsiuran seperti ini lagi.


"Jadi jangan kalau sekarang semua ribut, baru BPS disalahkan. Pada saat BPS mengajukan anggaran, demi penghematan dan kepentingan yang lain, BPS dipotong anggarannya. Itu menurut saya kurang adil," tambah Alamsyah.

Sebelumnya, pemerintah dalam hal ini Kemendag menerapkan kebijakan impor beras sebanyak 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga harga dan memenuhi ketersediaan beras di pasaran.

Sementara, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menuturkan, pemerintah sebetulnya telah berupaya untuk meningkatkan produksi beras dan menahan diri untuk impor beras dalam dua tahun terakhir. (gir/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER