Jakarta, CNN Indonesia -- Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi global sepanjang 2018 dan 2019 menjadi 3,9 persen atau naik 0,2 persen dari estimasi yang diterbitkan pada Oktober 2017 lalu yakni 3,7 persen. Perkiraan tersebut menjadi yang tercepat sejak 2011.
Berdasarkan keterangan tertulis IMF, peningkatan ekonomi global itu dipicu peningkatan momentum ekonomi global sebagai dampak dari perubahan kebijakan reformasi perpajakan Amerika Serikat (AS) yang baru disetujui parlemen.
"Perubahan kebijakan perpajakan AS diharapkan dapat merangsang aktivitas ekonomi, melalui dampak jangka pendek meningkatnya investasi langsung sebagai respons dari pemotongan pajak penghasilan perusahaan," demikian tertulis dalam laporan IMF bertajuk
World Economic Outlook Update, Selasa(23/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga independen global itu memproyeksi, kebijakan reformasi perpajakan di Negeri Paman Sam dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi AS ke level 1,2 persen sepanjang tahun ini. Dengan level ketidakpastian seputar skenario utama kebijakan pajak, AS masih akan tetap berlanjut ke arah positif dalam jangka pendek sampai 2020.
Namun, beberapa ketentuan dalam paket kebijakan pajak yang bersifat sementara dinilai dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi mulai 2022 hingga seterusnya. Efek dari paket kebijakan AS dan mitra dagangnya menyumbang separuh dari revisi kumulatif terhadap pertumbuhan global selama 2018-2019.
Risiko terhadap pertumbuhan ekonomi global tampaknya semakin seimbang dalam jangka pendek, namun tetap condong ke sisi negatif dalam jangka menengah. Dalam jangka pendek, siklus
rebound akan terjadi karena peningkatan aktivitas dan kondisi keuangan yang saling menguatkan.
Namun dalam jangka menengah, valuasi aset kekayaan dan jangka waktu premi yang sangat pendek meningkatkan kemungkinan koreksi di pasar keuangan, dan bisa meredam pertumbuhan serta kepercayaan diri investor.
"Pemicu yang hadir akan berasal dari kenaikan inflasi inti ekonomi dan tingkat suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan awal," tegas IMF dalam laporan tersebut.
Jika sentimen global tetap menguat dan inflasi di level yang rendah, maka kondisi pasar keuangan bisa tetap melemah sampai jangka menengah dan mengarah pada peningkatan kerentanan finansial di pasar ekonomi berkembang dan ekonomi maju. Kebijakan internal, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian politik di beberapa negara juga menimbulkan risiko penurunan pertumbuhan ekonomi.
Dalam laporannya, IMF menilai pergerakan ekonomi memberi kesempatan ideal bagi pelaksanaan reformasi. Prioritas bersama di semua negara termasuk menerapkan reformasi struktural untuk meningkatkan potensi produksi dan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih inklusif.
Di lingkungan pasar keuangan, seluruh negara diimbau untuk terus memastikan ketahanan finansial dan meningkatkan kerja sama multilateral untuk mengamankan pemulihan global.
Dari sisi moneter, tingkat inflasi yang rendah menunjukkan bahwa kelonggaran moneter di banyak negara maju dan kebijakan moneter harus tetap akomodatif. Namun, momentum pertumbuhan ekonomi yang membaik berarti kebijakan fiskal harus dirancang dengan tujuan jangka menengah dan memastikan kesinambungan fiskal dan memperkuat potensi produksi.
Sebagai informasi, pada 2017, aktivitas ekonomi global terus menguat dengan estimasi pertumbuhan ekonomi sebesar 3,7 persen atau naik 0,5 persen lebih tinggi dari pertumbuhan periode tahun sebelumnya. Pertumbuhan meningkat lebih luas dengan perkembangan ekonomi yang mengejutkan di kawasan Eropa dan Asia.
(lav/bir)