Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah diminta tak memaksa PT Pertamina (Persero) untuk ikut menanggung beban kenaikan harga minyak dunia di tahun ini. Pasalnya, hal ini dapat mengganggu kinerja keuangan dan bisnis perusahaan minyak dan gas (migas) nasional itu.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartanti mengatakan, ada beberapa hal yang membuat pemerintah tak boleh memaksa Pertamina menanggung beban selisih dari harga keekonomian BBM dengan harga yang dibayarkan masyarakat di tahun ini.
Pertama, pemerintah masih mempunyai utang subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Pertamina sebesar Rp20 triliun dari hasil audit 2016. Adapun utang tersebut akan dicicil dalam dua tahun ini, yaitu 2018 dan 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kemarin Pertamina memang tidak rugi, masih untung Rp27 triliun. Tapi karena tidak ada penyesuaian harga BBM, 'tombokan' subsidinya sudah Rp20 triliun," ujar Enny di kantornya, Kamis (29/1).
Kedua, pemerintah ingin perusahaan pelat merah memiliki kinerja yang apik. Namun, bila terus 'diutangi', tentu akan mengganggu kinerja keuangan perusahaan.
Ketiga, Pertamina tengah membutuhkan kecukupan dana untuk mengucurkan investasi ke Blok Mahakam yang baru dikuasai.
"Pertamina mungkin bisa saja undang investor, tapi tetap harus pegang porsi investasi 30 persen. Blok Mahakam itu butuh US$1,5 miliar. Kalau keuntungannya tergerus, tidak bisa untuk investasi, lalu apa manfaatnya ambil Blok Mahakam itu?" katanya.
Untuk itu, Enny berharap pemerintah segera mencari jalan keluar agar tak memberatkan Pertamina untuk ikut memikul beban dari dampak kenaikan harga minyak ini.
Sekalipun tetap harus melibatkan Pertamina, ia berharap, tanggungan Pertamina tak besar. Hal ini bisa diupayakan dengan melakukan beberapa jurus secara bersamaan.
Menurut Enny, penyesuaian harga minyak dunia harus disikapi dengan mengerek anggaran subsidi BBM dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, ia melihat, sekalipun anggaran subsidi BBM dinaikkan, tak akan secara langsung membuat APBN terbebani. Hal ini karena pemerintah punya potensi penerimaan pajak dari sektor tersebut.
Cara lain, menurut dia, dengan mempertimbangkan kenaikan harga BBM yang dibayarkan masyarakat. Hanya saja, besaran dan waktunya harus benar-benar diperhitungkan dengan matang. Pasalnya, jika terlalu besar atau pada waktu yang tak tepat, justru berpotensi mengerek inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat.
"Dapat juga diambil kombinasi antara ketiga opsi di atas, yang penting jelas, sehingga masyarakat, dunia usaha, dan Pertamina bisa membuat perencanaan di tahun 2018," pungkasnya.
Berdasarkan harga minyak mentah di pasar global, harga minyak mentah Brent berada di kisaran US$70,53 per barel pada akhir perdagangan kemarin. Sedangkan harga minyak mentah AS West Texas Intermediaries (WTI) yang berada di kisaran US$65,8 per barel.
(agi)