Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) mengakui terdapat pergeseran pola konsumsi dan perubahan teknologi yang pada akhirnya berdampak ke sejumlah industri, salah satunya adalah ritel.
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong mengungkapkan, sektor ritel harus menyesuaikan dengan teknologi dan perubahan tren yang sangat cepat. Karenanya, sektor ritel memerlukan rekonfigurasi dari sekedar toko menjadi tempat pameran
(showroom) dan gudang.
Di sisi lain, lokasi pemasaran bisa memanfaatkan teknologi digital sehingga lahirlah perdagangan elektronik
(e-commerce). Konsekuensinya, pelaku "tradisional" harus meningkatkan kapasitas dari sarana yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di saat sarana masa lalu tidak lagi bermanfaat, mereka harus investasi lagi untuk meningkatkan konfigurasi rantai pasok, konfigurasi logistik, dan konfigurasi pertokoan untuk tren-tren terkini ya memang berat bebannya," ujarnya di gedung Suhartoyo BKPM, Kamis (8/2).
Kendati demikian, lanjut Thomas, aspek negatif dari sistem konvensional bisa diimbangi oleh aspek positif dari sektor-sektor baru perekonomian digital seperti transportasi daring dan
e-commerce.
Di saat yang sama, pusat perbelanjaan juga harus mengubah komposisi jenis gerai dengan memperbanyak sektor makanan dan minuman, hiburan dan pengalaman. Misalnya, pusat kebugaran, bioskop dan panggung pertunjukkan.
"Jadi memang pergeseran di pola konsumsi akan menciptakan pergeseran di pola produksi dan pola ritel," ujarnya.
Kendati demikian, Thomas optimistis investasi di sektor ritel bakal mekar tahun ini, kendati sejumlah ritel pakaian dan alas kaki mengumumkan bakal menutup gerainya di pusat perbelanjaan di Indonesia.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah ritel pakaian dan alas kaki mengumumkan bakal menutup gerainya tahun ini, beberapa diantaranya Clarks, New Look, dan Dorothy Perkins.
"Secara net masih positif dan menurut saya akan terjadi modernisasi yang luar biasa," ujarnya.
(gir)