Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mengeluhkan Indonesia yang tidak memiliki cadangan nasional Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memadai. Hal itu disampaikan para Anggota Komite saat berkunjung ke kantor Ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan, Senin (19/2).
Anggota Komite BPH Migas Saryono Hadiwidjoyo mengungkapkan saat ini, cadangan BBM Indonesia hanya berupa cadangan operasional yang dimiliki oleh PT Pertamina (Persero).
Cadangan operasional merupakan cadangan BBM yang bisa dikeluarkan ke pasar jika tidak ada operasional produksi dari perseroan. Sementara, pemerintah tidak memiliki cadangan BBM nasional secara langsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini cadangan BBM nasional itu tidak ada. Dalam arti, cadangan pemerintah, yang ada hanya cadangan operasional Pertamina yang berkisar 20 sampai 23 hari," ujar Saryono.
Cadangan yang dimiliki Pertamina tersebut saat ini terlihat mencukupi karena belum terjadi sesuatu yang mengganggu pasokan. Padahal, Indonesia saat ini merupakan importir BBM yang artinya memiliki ketergantungan dengan negara lain.
Idealnya, menurut Badan Energi Internasional (IEA), cadangan nasional BBM suatu negara mencapai 90 hari. Sebagai pembanding, Jepang memiliki cadangan nasional BBM 203 hari dan Amerika Serikat (AS) 210 hari.
"Melihat kondisi ini, bisa dibilang riskan, jika terjadi sesuatu pada [pasokan BBM]," ujarnya.
Saryono mengungkapkan, belum adanya cadangan nasional BBM tak lepas dari keterbatasan anggaran. Berdasarkan kajian yang disusun pada tahun 2010 lalu, jika Indonesia ingin meningkatkan cadangan BBM untuk satu hari diperlukan anggaran hingga Rp1 triliun.
"Untuk 10 hari berarti Rp10 triliun," ujarnya.
Ke depan, Saryono berharap pengelolaan cadangan BBM bisa dilakukan layaknya BULOG dalam mengelola ketersediaan cadangan pangan. Namun, untuk jangka pendek, Saryono berharap Pertamina bisa meningkatkan cadangan operasionalnya paling tidak ke kisaran 25 hingga 30 hari.
Menanggapi hal itu, Zulkifli menilai sebenarnya besarnya anggaran yang diperlukan masih bisa dipenuhi oleh negara. Namun, pemerintah saat ini mungkin belum bisa melihat urgensinya dan lebih memilih untuk mengalokasikannya untuk keperluan lain.
"Mungkin pemerintah belum menganggap ini penting, belum berbahaya dan dianggap belum prioritas karena belum terjadi sesuatu. Sekarang bagaimana agar pemerintah melihat ini penting," ujarnya.
(gir)