Jakarta, CNN Indonesia -- Induk holding pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum mengaku bakal terpengaruh oleh rencana penentuan harga batu bara domestic market obligation (DMO) yang berpotensi lebih rendah dari harga pasar.
Seperti diketahui, Inalum menjadi induk BUMN yang bergerak di berbagai sektor tambang, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Timah Tbk (TINS), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Direktur Utama Inalum Budi G. Sadikin mengatakan dalam hal ini Bukit Asam menjadi perusahaan yang akan terdampak langsung akibat penentuan harga batu bara DMO batu bara pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biaya produksi Bukit Asam itu termasuk yang paling murah, jadi kalau harganya diturunkan masih cukup (masih ada untung)," ungkap Budi, Senin malam (19/2).
Ia tak menampik jika harga batu bara DMO jauh lebih murah dari pasar akan menurunkan potensi pendapatan dari Bukit Asam sebagai pemasok batu bara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
"Terpengaruh pasti, tapi marjin keuntungan kami masih akan cukup baik," tutur Budi.
Menurut Budi, Bukit Asam menjadi anggota holding pertambangan yang menyumbang kontribusi kinerja keuangan cukup baik sepanjang tahun 2017. Sayangnya, ia masih enggan membocorkan realisasi kinerja masing-masing perusahaan yang berada dalam holding tambang.
"Kontribusi holding terbesar Bukit Asam, Inalum kedua, Timah ketiga, dan Aneka Tambang keempat," ucap Budi.
Untuk tahun ini, Budi masih optimis kinerja keuangan Bukit Asam masih akan meningkat cukup tinggi karena kenaikan harga batu bara. Selain itu, ia juga menaruh harapan pada kinerja Aneka Tambang tahun ini.
"Untuk Inalum pendapatan masih bisa naik 10 persen-15 persen. Tapi kalau holding naik lebih tinggi dari itu," terang Budi.
Secara terpisah, Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin menyatakan, pihaknya belum berhitung secara spesifik berapa potensi penurunan pendapatan jika harga DMO batu bara jauh lebih kecil dibandingkan harga batu bara di pasar.
Namun, mayoritas atau 60 persen produksi batu bara perusahaan dijual kepada PLN. Dengan demikian, seluruh penjualan batu bara kepada PLN wajib mengikuti aturan DMO yang nantinya diberlakukan pemerintah.
"Kami bisa dibilang pemasok terbesar ke PLN, kami sama-sama BUMN, sama-sama dukung pemerintah," ucap Arviyan.
Manajemen Bukit Asam baru akan berkomentar lebih lanjut setelah ada penetapan dari pemerintah. Untuk tahun ini, perusahaan menargetkan dapat memproduksi batu bara sebanyak 24 juta ton.
Harga komoditas batu bara terus menguat sejak tahun 2017 setelah beberapa tahun sebelumya terus terkoreksi. Saat ini, harga batu bara bertahan di atas level US$100 per metrik ton.
(gir)