Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia relatif stabil pada perdagangan Rabu (21/2), di tengah sentimen proyeksi kenaikan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) dan penguatan dolar AS.
Dilansir dari
Reuters, Kamis (22/2), harga minyak mentah berjangka Brent terkerek US$0,17 atau 0,3 persen menjadi US$65,42 per barel, setelah bergerak di kisaran US$64,4 hingga US$65,53 per barel.
Sementara, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediaries (WTI) merosot tipis sebesar US$0,11 atau 0,2 persen menjadi US$61,68 per barel, setelah diperdagangkan di kisaran US$60,92 hingga US$61,86.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan polling lanjutan Reuters, sepanjang pekan lalu, persediaan minyak mentah AS diperkirakan naik US$1,8 juta barel. Jika terbukti, maka kenaikan tersebut terjadi selama empat minggu berturut-turut.
Institute Perminyakan Amerika (API) baru akan merilis data persediaan minyak AS pada Rabu (21/2) pukul 16:30 sore, waktu AS. Kemudian, pemerintah AS bakal merilis data resminya pada Kamis (22/2), pukul 11 siang, waktu AS. Rilis kedua laporan tertunda sehari karena libur Hari Presiden di AS pada Senin (19/2) lalu.
Analis energi CFRA Research Stewart Glickman di New York mengatakan bahwa kenaikan produksi minyak shale AS seharusnya secara konservatif bakal menambah persediaan.
"Minyak shale AS terus naik di tengah situasi yang sulit. Kenaikan harga minyak dan output bakal memicu investasi di pengeboran dan produksi, yang akan mendongkrak output minyak lebih banyak lagi," ujar Glickman.
Produksi minyak mentah AS telah melampaui 10 juta barel per hari (bph) pada November 2017 lalu untuk pertama kalinya sejak 1970. Kenaikan output minyak shale AS telah menghambat upaya Organisasi Negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC) dan produsen minyak lain dalam mengurangi membanjirnya persediaan minyak dunia dengan cara memangkas output.
Di sisi lain, indeks dolar AS menembus level tertinggi mingguannya menyusul dirilisnya catatan rincian rapat kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve, pada Januari 2018 lalu.
Penguatan dolar AS akan membuat minyak dan komoditas lain yang dihargai dengan mata uang dolar AS menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.
Harga minyak juga mendapat dukungan dari kenaikan pasar saham Wall Street.
"Harga minyak dan indeks Standard & Poor's berkorelasi tinggi, dengan kekuatan ekonomi yang diterjemahkan ke dalam bentuk perbaikan kinerja perusahaan dan permintaan energi yang lebih tinggi," ujar partner manajer investasi Again Capital John Kilduff di New York.
Harga minyak mentah berjangka telah ditekuk oleh pasar fisik minyak mentah, yang menunjukkan tanda pelemahan musiman seiring persiapan berhentinya operasional kilang untuk perawatan di antara periode puncak musim panas dan permintaan bahan bakar minyak untuk musim dingin.
(gir)