Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai, Agus D.W. Martowardojo merupakan sosok yang penuh pertimbangan saat memimpin bank sentral.
Kendati Agus masih memiliki kans dicalonkan sebagai calon Gubernur BI kembali, Presiden Joko Widodo hanya mengajikan Perry Warjiyo sebagai calon tunggal gubernur BI.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Nasdem Johny G. Plate mengungkapkan, pribadi Agus yang penuh pertimbangan terlihat dari langkahnya dalam menyikapi pelemahan nilai tukar atau kurs rupiah beberapa waktu terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Johny menilai, Agus sebenarnya bisa lebih agresif menstabilkan rupiah kala tertekan penguatan dolar AS menggunakan cadangan devisa (cadev) yang dimiliki BI. Namun rupanya, mantan menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini tetap mempertimbangkan kondisi cadev untuk aktivitas impor.
Berdasarkan catatan BI, hingga akhir Januari 2018, cadev tercatat mencapai US$131,98 miliar. Posisi cadev tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Adapun posisi cadev di akhir Februari baru akan dirilis BI pada 7 Februari mendatang.
"Tentu sudah dihitung matang, karena jangan sampai intervensi secara 'jor-joran', tapi nanti cadev habis begitu saja. Makanya BI atur dengan seimbang dan hati-hati sekali antara intervensi untuk jaga rupiah dan cadev," ujar Johny di Gedung DPR/MPR, Senin (5/3).
Secara keseluruhan, menurutnya, kebijakan BI di tangan Agus sudah cukup baik. Ia menilai, bank sentral kini juga turut memperhatikan hal-hal lain, misalnya sistem pembayaran melalui aturan transaksi elektronik.
Senada, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Misbakhun juga melihat Agus sebagai sosok yang penuh pertimbangan. Akibatnya, kebijakan yang diharapkan bisa cepat diambil justru implementasinya membutuhkan waktu yang lebih lama.
"Dulu di awal pemerintahan Presiden Jokowi, Jokowi ingin suku bunga diturunkan dengan cepat, tapi suku bunga tidak turun-turun. Tapi kan memang kebijakan itu tidak bisa dinilai secara pendek, harus dilihat dampak jangka panjangnya dan keseluruhan," katanya.
Contoh lain, menurut Misbakhun, adalah kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Menurutnya, kebijakan ini memakan waktu yang cukup lama, meski akhirnya bisa direalisasikan. Hal ini tak lepas dari pertimbangan matang yang perlu dikaji oleh BI.
"GPN juga sangat lama, sampai sekarang belum jalan, makanya kami masih menunggu, karena Vietnam itu hanya butuh waktu dua tahun, sedangkan Indonesia lebih lama dari itu," terangnya.
Meski begitu, secara keseluruhan, Misbakhun melihat, Agus cukup memuaskan dalam menjalankan tugasnya sebagai pucuk pimpinan bank sentral nasional.
Beberapa kebijakan krusial dinilai bisa lahir pada era Agus, antara lain perubahan BI Rate menjadi 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR).
(agi)