Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut Indonesia bisa membalas kebijakan proteksionisme Amerika Serikat atas ekspor produk turunan kelapa sawit Indonesia, dengan tidak lagi mengimpor terigu asal negara adidaya tersebut.
Saat ini, jumlah impor terigu dari AS terbilang tak dominan. Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture), impor gandum dari AS sepanjag 2017 tercatat di angka 1,2 juta ton atau 11 persen dari kebutuhan impor terigu Indonesia.
"Kalau mereka halangi CPO ke Amerika, tentu Indonesia bisa balas dengan kurangi impor terigu dari Amerika Serikat," jelas JK, Kamis (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, ia menilai kebutuhan nasional akan terigu diprediksi meningkat di masa depan. Pasalnya, semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka masyarakat akan melakukan substitusi beras menjadi produk pangan berbasis terigu. Adapun konsumsi beras saat ini sebanyak 110 klogram (kg) per kapita, diramal akan menurun.
Maka dari itu, pemenuhan kebutuhan akan terigu juga harus didorong dengan sistem perdagangan yang baik. Salah satunya adalah tidak menggantungkan satu komoditas tertentu ke negara lain.
"Ketergantungan akan pangan impor masih menjadi-jadi jika tidak didorong dengan sistem perdagangan yang baik." pungkas JK.
Sebelumnya, Departemen Perdagangan Amerika Serikat (United States Department of Commerce/USDOC) telah menetapkan besaran bea masuk antidumping untuk produk biodiesel Indonesia dan Argentina pada bulan lalu. Tentu saja, ini bisa mengganggu ekspor produk kelapa sawit dan turunannya ke AS yang tumbuh 9 persen sepanjang tahun 2017.
Tak hanya Indonesia, AS pun terbilang rajin melakukan proteksionisme dagang dengan negara lain. Baru-baru ini, AS pun memberlakukan tarif bea masuk baja sebesar 25 persen dan aluminium 10 persen.
Jika proteksionisme dilanjutkan, JK menyebut negara-negara lain pun bisa balas dendam dengan AS. Adapun, balas dendam itu adalah dengan menetapkan halangan impor
(barriers to entry) terhadap produksi bahan pangan AS.
"Masalah nanti kalau ada perang dagang Trump menjadi-jadi, banyak negara lain untuk membalasnya di bidang pertanian," imbuh JK
Diversifikasi EksporSenada dengan JK, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/PPN Bambang menilai Indonesia perlu mendiversifikasi tujuan ekspor sebagai langkah proteksi menghadapi kemungkinan perang dagang yang dimulai Amerika Serikat.
"Saya kira ekspor ke negara nontradisional seperti Turki, India, dan Pakistan itua merupakan diversifikasi, tapi juga harus dicek dengan negara yang sudah tradisional tapi masih bisa ditingkatkan potensinya melalui perjanjian perdagangan," terang Bambang ditemui ditempat terpisah.
Menurut Bambang, Indonesia harus menyelesaikan pekerjaan rumahnya, yakni membentuk perjanjian dagang dengan beberapa negara yang potensial sebagai tujuan ekspor. Selain itu, Indonesia harus bisa menjaga keseimbangan perdagangan dengan negara tujuan ekspor tersebut.
Memang, diakui Bambang, tidak ada satu pun negara yang tertarik untuk lebih intensif berdagang, jika neraca perdagangannya defisit dengan Indonesia. "Untuk itu, harus ada paket yang membuat mereka secara lebih intensif berdagang dengan Indonesia," jelas dia.
Selain itu, kata Bambang, Indonesia juga harus mendiversifikasi barang yang akan di ekspor ke negara lain. Eksportir Indonesia juga diminta tak terpaku pada barang yang sudah biasa diekspor.
(agi)