TOP TALKS

Investree Cicip Bisnis Pinjam Meminjam Berbasis Syariah

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Senin, 12 Mar 2018 12:44 WIB
Investree melipatgandakan portofolio pinjamannya menjadi 10 kali lipat dalam 1,5 tahun. Untuk menopang pertumbuhan, perusahaan merilis produk berbasis syariah.
Investree melipatgandakan portofolio pinjamannya menjadi 10 kali lipat dalam 1,5 tahun. Untuk menopang pertumbuhan itu, perusahaan merilis produk berbasis syariah. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Investre Radhika Jaya resmi meramaikan pasar pinjam meminjam atau dikenal Peer to Peer (P2P). Perusahaan teknologi berbasis keuangan (financial technology/fintech) tersebut cuma butuh 1,5 tahun untuk melipatgandakan portofolionya hingga 10 kali lipat dari para pemberi pinjaman ke penerima pinjaman.

Menginjak tahun keduanya, Investree mengaku siap mengangkat pasar fintech dengan amunisi barunya, yaitu bisnis pinjam meminjam berbasis syariah. Lantas, seperti apa strateginya?

Berikut petikan wawancara CNNIndonesia.com dengan CEO Investree Adrian Gunadi, belum lama ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Investree Cicip Bisnis Pinjam Meminjam Berbasis SyariahJajaran direksi Investree saat berkunjung ke kantor CNNIndonesia.com. (CNNIndonesia/Christine Nababan).


Boleh ceritakan sejarah singkat Investree ada di pasar Indonesia?

Kami mulai dari pertengahan 2016. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah lender (pemberi pinjaman) dan borrower (penerima pinjaman) terus meningkat, serta yang tak ketinggalan dari sisi volume.

Pada Desember 2016 total fasilitas pinjaman yang disalurkan sekitar Rp53 miliar. Pada Desember 2017 sudah mencapai Rp537 miliar. Jadi, meningkat 10 kali lipat. Sedangkan memasuki tahun ini sekitar Rp600 miliaran. Jadi, volume besar dan pertumbuhannya tinggi.

Tapi pertumbuhan tidak hanya dari volume, dari sisi produknya juga berkembang, karena sebagai perusahaan start up (rintisan), fintech, kami memang harus banyak diversifikasi produk. Karena kalau produk itu-itu saja, pasar terbatas.

Makanya, kami ingin masuk dengan skema syaiah. Ini bagian dari pengembangan produk, tidak hanya dari yang existing, tapi kami juga lihat pasar syariah di Indonesia yang menjanjikan, namun masih terbatas.

Bagaimana Investree melihat pasar keuangan berbasis syariah di Indonesia?

Saat ini, kontribusi syariah dari aset bank syariah di Indonesia terhadap perbankan nasional saja baru sekitar 5 persen-an. Jadi, penetrasi masih rendah, padahal ini menjanjikan.

Dari sisi akses, karena masalah utama, menurut saya adalah setiap kali nasabah ke bank syariah, jumlah cabangnya terbatas, masih jauh lebih kecil dari yang konvensional. Kalau pun dulu mereka punya ATM, mungkin sekarang juga tidak banyak lagi. Susah dan terbatas untuk mengakses. Tetapi sekarang kan sudah ada mobile, sehingga tidak hanya mengandalkan cabang.

Sebagai mantan bankir di bank syariah, saya melihat ini peluang agar teknologi dimanfaatkan sehingga pembiayaan syariah itu lebih mudah diakses, lebih mainstream, dan efisien karena platformnya sama. Jadi, tidak ada perubahan mau di-deliver dengan platform syariah atau non syariah.

Dengan platform Investree, masyarakat makin mudah untuk akses produk yang berbasis syariah, ini mungkin jadi cara untuk syariah berkembang lebih cepat lagi, dengan menggunakan teknologi. Tidak menggunakan saluran yang konvensional.

Lalu, seperti apa cara Investree masuk ke pasar syariah itu, terutama dari sisi perizinan ke regulator?

Kami mulai dari Juli 2017, dengan kami bicara dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, sampai akhirnya DSN akan keluarkan fatwa terkait P2P Lending. Kami secara resmi sudah luncurkan produk ini secara pilot project (uji coba) di Januari 2018, sambil menunggu fatwa final dari DSN.

Yang namanya fintech memang harus berani menerobos lebih dulu, membuat inovasi baru. Kami memang sering buat kejutan bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan keluarkan produk baru kami.

Kami rasa ya tidak apa, anggap saja Investree ini kelinci percobaannya. Makanya, kemarin saat kami luncurkan produk syariah ini pun kami koordinasi dulu dengan DSN untuk menjelaskan fatwa produk dan struktur akad. Baru setelah itu kami ke OJK.

Kami jelaskan, produk konvensional seperti apa dan yang syariah seperti apa. Nanti, OJK fintech akan kerja sama dengan OJK syariah. Jadi, produk Investree jadi acuan bagi DSN dan OJK juga, karena kalau contohnya masih mengawang ya susah, makanya kami jadi contoh.

Selan itu, kami sebenarnya sudah tahu aturan main P2P Lending, tinggal aturan main secara syariahnya saja. Varian syariah sebenarnya tidak beda jauh dengan yang konvensional. Tinggal kami struktur akadnya, kami perjelas dengan DSN. Pasti, apa yang kami sudah luncurkan, compliance (mematuhi) dengan syariah. DSN tunjuk langsung juga konsultan yang bisa konsultasi dengan kami.

Kalau menurut saya, semua P2P Lending, bisnis proses dan risiko operasional itu sama (baik konvensional dan syariah). Yang bedakan dari sisi akad, itu lebih banyak di DSN. Makanya, harus ada ketentuan dari DSN dulu baru diadopsi oleh IKNB Syariah. OJK pun dilibatkan dalam proses pembentukan fatwa tersebut.

Kecuali kami buat fintech syariah sendiri secara terpisah. Ini kan hanya produk.

Bagaimana perusahaan mengenalkan bisnis fintech P2P Lending, termasuk dengan prinsip syariah ini?

Caranya, kami kolaborasi. Misalnya dengan bank syariah, industri baru berbasis syariah, seperti e-commerce dan marketplace yang berbasis syariah. Misalnya, kerja sama kami dengan Tokopedia dan Lazada, kami tawarkan produk kami yang syariah.

Sehingga, orang punya pilihan, lebih nyaman syariah atau konvensional.

Untuk kerja sama dengan bank syariah, kami sedang bicara dengan bank syariah untuk menjadikan platform Investree ini jadi saluran akusisi mereka untuk salurkan pembiayaan. Mereka jadi lender (pemberi pinjaman) di kami.

Apa yang Investree tawarkan?

Yang pasti, pinjaman ini ketentuan harga atau tarif pinjamannya sama. Karena salah satu faktor yang membuat orang terbatas masuk ke syariah karena biasanya mengambil pinjaman dengan syariah lebih mahal. Tapi, sekarang dengan service level yang sama dan harga yang sama, tidak ada yang beda. Apalagi, dengan teknologi yang sama.

Lalu, yang pasti kecepatan. Rata-rata kami sampai semua cair 5 hari. Ini jumlah waktu yang lebih pasti. Tarif sekitar 12-20 persen, biaya margin atau fee yang harus dibayar, ini hampir comparable (bisa dibandingkan) dengan bank, tapi ini kan tanpa jaminan juga. Syarat dan ketentuan kami lebih fleksibel. Return (hasil investasi) kami pastinya lebih menarik dari deposito dan bagi hasil bank syariah, yaitu sekitar 12-20 persen.

Seperti apa target ke depan dari sisi volume pinjaman?

Tahun ini kami targetkan Rp1 triliun untuk konvensional dan syariah, sekitar 20 persennya dari syariah. Secara keseluruhan, ini hampir dua kali lipat dari total bisnis tahun lalu.

Kalau dari sisi lender dan borrower?

Dari sisi lender, sekarang yang sudah terdaftar 3 ribu, makanya kami proyeksikan hingga 5 ribu lender tahun ini. Selain itu, ini belum kami bedakan mana lender yang individu dan institusi. Mungkin nanti untuk syariah akan banyak lender berupa institusi, khususnya dari bank syariah. Karena kami harus seimbangkan antar jumlah peminjam dan pemberi pinjaman.

Untuk targetnya, yang syariah 90 persen dari lender datang dari ritel dan 10 persen dari institusi. Tapi kalau secara volume terbalik, karena pasti lebih besar dana yang dipinjamkan oleh institusi.

Institusinya ini belum bisa diungkapkan, tapi target kami bank syariah, Bank Pembangunan Daerah (BPD), hingga multifinance. Kami lihat mana yang lebih cepat untuk lihat ini jadi peluang. Ini solusi juga bagi bank untuk salurkan pembiayaan ke UMKM.

Untuk lender ritel, sepertinya sama dengan sebelumnya, yaitu lebih banyak milenial, rata-rata berusia 25-30 tahun, latar belakangnya lebih banyak yang sudah akrab dengan sektor keuangan. Rentang pinjaman yang diberikan sekitar Rp7 juta. Minimum Rp1 juta hingga kami batasi sekitar lebih 20 persen dari nilai pinjaman.

Sedangkan jumlah pemberi pinjaman setidaknya ada 600 borrower. Ini lebih banyak industri kreatif, interior, dan design. Lalu, lebih banyak ke sektor menengah 95 persen. Rata-rata borrower kami dari segmen yang punya omzet sekitar Rp15 miliar per tahun.

Dari sisi mitigasi risiko seperti apa? Apa ada pembeda dari konvensional?

Sama saja, karena kami mengandalkan tagihan (invoice) yang berasal dari perusahaan terbuka (Tbk), multinasional, BUMN yang masuk ke daftar kami. Jadi kalau ada invoice itu bisa lebih cepat. Relatif lebih singkat pinjamannya, tenornya hampir 2 bulan saja. Maksimal tapi bisa mencapai 6 bulan pinjaman.

Lalu, kami connect (hubungkan) ke Pefindo Biro Kredit, mereka laporkan data borrower kami ke SLIK OJK juga. Semua itu sudah sharing information (berbagi informasi). Analisis Investree juga dari situ untuk melihat profil borrower.

Bagaimana pandangan Investree untuk masa depan fintech P2P Lending berskema syariah?

Kalau beralih ke fintech syariah, itu bergantung kesiapan produk dan kebutuhan. Kalau dari sisi akses bisa, tapi tinggal produknya nanti bisa tidak bersaing untuk penuhi kebutuhan pasar.

Lalu, potensi pasar dari luar Indonesia untuk masukkan dana ke Indonesia juga besar, karena mungkin mereka tertarik dengan bisnis syariah, misalnya dari Brunei dan Malaysia. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER