Ekspor Negatif, Neraca Dagang Februari Defisit US$120 Juta

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 15 Mar 2018 12:30 WIB
BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali defisit sebesar US$120 juta pada Februari 2018. Namun, defisit ini membaik dibanding bulan sebelumnya.
Ilustrasi ekspor. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra).
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali defisit sebesar US$120 juta pada Februari 2018. Angka ini membaik dibandingkan defisit bulan sebelumnya, yakni US$690 juta.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kondisi ini terjadi lantaran pertumbuhan nilai ekspor dan impor secara bulanan (month to month) Indonesia melemah. Namun demikian, secara angka absolut, angka ekspor lebih kecil ketimbang impornya.

Tercatat, ekspor Indonesia pada Februari 2018 berkisar US$14,1 miliar. Angka ini memang meningkat 11,76 persen secara tahunan (year on year), namun jumlah ini melemah 3,14 persen dibanding Januari 2018 sebesar US$14,6 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ia juga menyebut penurunan nilai ekspor disebabkan karena sumbangan ekspor pertanian turun 8,81 persen secara bulanan dan pertambangan turun sebesar 3,74 persen. Untuk ekspor pertanian, komoditas yang mengalami penurunan nilai ekspor adalah kopi, sarang burung, dan tanaman aromatik.

Sementara itu, dari segi pertambangan, harga batu bara dan volume ekspor batu bara menurun, sehingga mengerek pertumbuhan ekspor non migas ke arah negatif. Adapun, harga batu bara pada Februari sebesar US$104,7 per metrik ton turun dari posisi Januari, yaitu US$109 per metrik ton.

"Kedua hal itu memengaruhi pertumbuhan ekspor non migas, padahal ekspor non migas mengambil porsi 90,13 persen dari ekspor. Sehingga, pertumbuhan ekspor Februari turun dibanding Januari 2018," ujarnya di Gedung BPS, Kamis (15/3).


Secara kumulatif, ekspor Januari dan Februari 2018 tercatat US$28,65 miliar atau naik 10,13 persen dari posisi yang sama tahun lalu US$26,02 miliar. Dari seluruh kelompok golongan ekspor, industri pengolahan mendominasi dengan nilai US$20,82 miliar atau naik 5,86 persen dibanding tahun lalu US$19,67 miliar.

"Dari komposisi sektor non-migas yang didominasi pengolahan, kalau ada gejolak ke industri pengolahan ini akan sangat besar pengaruhnya ke total nilai ekspor," terang dia.

Sementara itu, impor tercatat melemah 7,16 persen secara bulanan ke angka US$14,21 miliar. Penurunan impor ini paling besar dialami oleh kelompok bahan baku dengan penurunan 7,74 persen dibanding bulan sebelumnya dan barang modal sebesar 9,19 persen dibanding bulan sebelumnya.


Di sisi lain, impor barang konsumsi malah meningkat sebsar 1,36 persen dari bulan sebelumnya menjadi US$1,38 miliar. Secara tahun kalender (year to date), pertumbuhan impor barang konsumsi secara tahunan meningkat 44,3 persen atau lebih tinggi dibanding barang modal dan bahan baku industri yang hanya mencatat pertumbuhan 31,16 persen dan 23,76 persen.

"Dan ini, impor Februari tinggi karena ada beras impor dari Thailand dan Vietnam sebesar 500 ribu ton," papar dia.

Dengan neraca yang tak seimbang, artinya neraca perdagangan Indonesia masih mencatat defisit hingga Februari lalu. Adapun, Indonesia mengalami defisit dengan China, Brazil, Australia, Korea Selatan, hingga Jerman.

"Ini sudah defisit dalam tiga bulan terakhir dan kami harap neraca bulan depan bisa surplus lagi," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER