Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia mengaku tak kaget dengan keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate di tengah kenaikkan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 21-22 Maret lalu memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,25 persen, meskipun bank sentral AS, The Federal Reserves (The Fed), mengerek suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander menilai pemangkasan suku bunga yang telah dilakukan sejak 2016 telah memberikan ruang bagi bank sentral untuk tetap mempertahankan suku bunganya saat ini. Selain itu, persepsi investor terhadap perekonomian Indonesia juga membaik karena perbaikan stabilitas makroekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dilihat, selisih antara suku bunga yang diterima investor untuk surat utang pemerintah Indonesia dan AS telah turun banyak. Artinya premi yang diharapkan investor atas investasi di Indonesia telah menurun karena mereka melihat risiko investasi di Indonesia berkurang," ujar Sander, usai menghadiri paparan "Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia" edisi Maret 2018 di Energy Building, Selasa (27/3).
Menurut Sandet, dengan kenaikan suku bunga AS, bank sentral bisa fokus mendorong transmisi penurunan suku bunga acuan tahun lalu ke suku bunga pinjaman di pasar. Dengan demikian, pertumbuhan permintaan kredit dari masyarakat yang masih tertahan di level satu digit bisa meningkat.
Meskipun demikian, Bank Dunia menilai risiko pengetatan moneter yang tidak terduga oleh negara maju tetap membayangi Indonesia. Meskipun normalisasi kebijakan moneter AS dilakukan secara bertahap dan proprosional, pengetatan moneter yang tidak terduga dapat memicu keluarnya arus modal secara mendadak dari negara berkembang.
Karenanya, Indonesia dinilai perlu terus mempertahankan fundamental ekonomi sembari meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.
(agi)