Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menantang Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk meningkatkan pemungutan pajak dari sektor kelapa sawit hingga Rp40 triliun pada tahun ini. Jumlah itu meningkat dari sebelumnya sebesar Rp22 triliun.
Tantangan itu bisa dijawab DJP jika tiga indikator utama dapat dicapai. Pertama, integrasi sistem informasi perpajakan dengan data perkelapasawitan. Kedua, tersedianya laporan analisis tax gap (kesenjangan pajak) tahunan sektor kelapa sawit. Ketiga, penindakan terhadap perusahaan yang tak patuh atau menunggak pajak.
Demikian tulis KPK dalam dokumen bertajuk Kajian Sistem Pengelolaan Komoditas Kelapa Sawit 2016 yang diterima
CNNIndonesia.com, Selasa (27/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tantangan KPK itu dilontarkan bukan tanpa alasan. Menurut KPK, DJP tidak optimal dalam memungut pajak sektor kelapa sawit. Buktinya, produksi dan ekspor kelapa sawit yang naik tidak diikuti dengan peningkatan penerimaan pajaknya.
Dalam dokumen itu, KPK mencatat jumlah produksi kelapa sawit beserta produk turunannya pada 2011 lalu mencapai hampir 25 juta ton. Di antaranya 15 juta ton diekspor. Namun, pungutan pajaknya cuma sebesar Rp15,48 triliun.
Kemudian, pada 2015, produksi kelapa sawit dan produk turunannya mencapai 30 juta ton dengan produk yang diekspor mencapai 25 juta ton. Namun, pungutan pajaknya cuma naik menjadi Rp22,27 triliun.
Dari data itu lah, KPK menilai ketidakoptimalan pungutan pajak di sektor kelapa sawit. Selain itu, KPK juga mencermati menurunnya kepatuhan wajib pajak di sektor kelapa sawit dalam melaporan Surat Pemberitahun Tahunan (SPT) pajak.
"Tingkat kepatuhan wajib pajak (badan dan perorangan) menurun signifikan," ungkap KPK dalam laporannya.
Ambil contoh, pada 2011 tingkat kepatuhan wajib pajak perorangan mencapai 42,3 persen. Namun, pada 2015, tingkat kepatuhan ini melorot hingga tak sampai double digit menjadi hanya 6,3 persen.
Sementara, wajib pajak badan turun drastis dari 70,6 persen pada 2011 menjadi 46,3 persen pada 2015.
KPK menyebut kelemahan kinerja DJP di sektor kelapa sawit disebabkan ketiadaan sistem integarasi antara data perkelapasawitan dengan basis data perpajakan.
DJP, kata KPK, tak memiliki sistem verifikasi laporan pajak di sektor kelapa sawit, kecuali manual. Padahal, ini penting untuk mengecek ulang data yang diterima otoritas pajak dan kenyataan di lapangan agar tidak kehilangan potensi pajak.
Dalam dokumen serupa, sebelumnya KPK pernah menyebut menemukan sekitar 63 ribu wajib pajak bermasalah di sektor kelapa sawit. Permasalahannya terkait upaya menghindari setoran pajak.
(bir)