Jakarta, CNN Indonesia -- Revolusi industri keempat atau biasa disebut revolusi industri 4.0 disebut-sebut berpotensi menghilangkan beberapa lapangan pekerjaan di Indonesia. Namun, Presiden Joko Widodo meyakini lapangan pekerjaan baru akan tercipta untuk menyesuaikan revolusi industri 4.0.
Era industri 4.0 sendiri, antara lain pemanfaatan rekayasa kecerdasan (artificial intelligence), internet of things, big data, hingga robot demi penciptaan nilai tambah barang dan jasa.
Mengutip laporan McKinsey Global Institute yang terbit November 2017 lalu, terdapat 800 juta pekerjaan di dunia yang akan hilang akibat revolusi industri 4.0 hingga 2030 nanti. Prediksi ini bisa jadi benar. Namun, Jokowi mengaku kurang percaya dengan laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak percaya (dengan laporan tersebut). Kalau yang pesimistis saya tidak percaya. Tetapi, ketidakpercayaan tersebut saya ganti bahwa revolusi industri 4.0 akan melahirkan jauh lebih banyak lapangan kerja baru," ujarnya, Rabu (4/4).
Makanya, ia menilai kompetensi tenaga kerja harus segera berubah karena negara-negara lain ternyata sudah mengalami revolusi industri. Di Singapura, sebagai contoh, sudah menggunakan robot untuk membersihkan karpet secara mandiri. Artinya, pekerjaan seperti tukang sapu ke depan mungkin akan lenyap. Jasa tatagraha di Singapura juga sudah menggunakan robot otomatis.
Selain Singapura, Uni Emirat Arab juga berniat untuk menggunakan teknologi 3D printing bagi 25 persen pembangunan gedung baru di Dubai dalam 20 tahun ke depan.
"Perubahan-perubahan seperti ini yang harus dimengerti. Kita harus paham dan kita harus bisa mengantisipasinya. Bayangkan kalau gejala ini, tidak hanya di airport, tidak hanya di hotel, tapi di semua tempat," terang Jokowi.
Meski ada konsekuensi, revolusi industri 4.0 tidak bisa dihindari. Di samping itu, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi juga dianggapnya cukup mumpuni.
Masih berdasarkan riset McKinsey Global Institute, revolusi industri yang terbaru ini akan memberikan dampak 3 ribu kali lipat dibanding revolusi industri pertama di abad 19 silam.
"Jadi, apakah revolusi industri ini sebuah peluang besar? Jawaban saya, iya, kalau Indonesia bisa mempersiapkan, merencanakan, dan bisa mengantisipasi ini. Apakah revolusi 4.0 ini sebuah ancaman? Menurut saya jawabannya, iya dan tidak. Bisa iya bisa tidak, bergantung kita," pungkasnya.
(bir)