Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengaku pembahasan
Peraturan Presiden (Perpres) terkait skema konsesi terbatas
(Limited Concession Scheme/LCS) untuk pendanaan
infrastruktur masih berkutat pada persoalan mekanisme konsesinya. Pasalnya, ada perbedaan mekanisme konsesi bagi proyek
existing yang berupa Barang Milik Negara (BMN) dan aset milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Melalui skema LCS, investor swasta bisa mengelola aset negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam jangka waktu tertentu. Nantinya, sang investor harus membayar uang muka dalam jumlah besar
(upfront cash) di awal kerja sama sebagai "pendapatan diterima di muka" bagi BUMN atau negara.
Setelahnya, dana tersebut bisa digunakan BUMN atau negara untuk mengembangkan infrastruktur lain yang masih baru
(greenfield project).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deputi bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan bahwa masalah tata cara konsesi antara aset yang dikelola BUMN dan BMN ini masih dalam pembahasan di tingkat Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Namun, pihaknya sejauh ini menyambut baik skema pendanaan itu.
"Iya tentu masih ada aturan konsesi untuk BMN seperti apa? BUMN seperti apa? Tapi konsep ini baik untuk mempercepat infrastruktur Indonesia," jelas Aloysius di Gedung Bappenas, Selasa (17/4).
Aloysius belum bisa menyebut aset-aset
existing milik BUMN apa saja yang sedianya bisa dipinjamkan kepada swasta. Ia hanya menyebut baru Kementerian Perhubungan yang terlebih dulu mengajukan daftar BMN yang bisa dipinjamkan oleh swasta.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan memang pernah mengajukan tiga bandara yang bisa ditawarkan untuk konsesi swasta, yakni Bandara Komodo di Labuan Bajo, Bandara Raden Inten di Lampung, dan juga Bandara Tarakan. Selain itu, Kemenhub juga akan menawarkan pelabuhan seperti Pelabuhan Manokwari, Pelabuhan Timika, dan Pelabuhan Baubau agar bisa dikelola oleh swasta.
"Dan ini asetnya tak berpindah, tapi hanya kerja sama konsesi saja. Itu menurut kami cukup bagus," jelas Aloysius.
Ia mengatakan, LCS merupakan satu dari sumber kucuran dana alternatif bagi BUMN demi memenuhi kebutuhan belanja modal. Selain itu, beberapa BUMN juga akan mencari dana dengan Kredit Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA), obligasi global, dan obligasi dengan denominasi Rupiah
(komodo bond). Namun, Kementerian BUMN masih ragu untuk melepas
Komodo Bond saat ini lantaran nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS masih melemah.
Selain itu, pendanaan juga akan dilakukan dengan melepas saham anak usaha BUMN ke lantai bursa. Sejauh ini, ia mendata ada anak usaha BUMN yang sudah mengajukan dokumen IPO ke Bursa Efek Indonesia yakni PT BRI Syariah, PT Asuransi Tugu Pratama, PT Wika Realty, Namun, anak usaha lain seperti PT Krakatau Tirta Industri dan Rumah Sakit Pelni juga dikatakan ingin melantai di bursa. Hanya saja, ini masih bersifat keinginan dan belum bersifat pasti.
"Ini anak-anak BUMN tadi ingin masuk bursa, tapi belum tentu juga. Dan belum tentu tahun ini," pungkas dia.
(agi)