Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menargetkan pembahasan Peraturan Presiden (Perpres) terkait standar Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) rampung pada Mei 2018.
Selama ini stadarisasi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/ Permentan/OT.140//3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO).
Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyebutkan saat ini pemerintah tengah membahas aspek legal rancangan Perpres tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini sedang pembahasan aspek legal di Kemenko, mudah-mudahan bulan Mei bisa selesai dan bisa dimasukkan ke Sekretariat Negara (Setneg) untuk kemudian diterbitkan," ujar Musdhalifah di Menara 165, Jakarta, Kamis (29/3).
Ia menyebut, pemerintah menjadikan ISPO sebagai Perpres karena kelapa sawit merupakan komoditas strategis Indonesia.
Berdasarkan data Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), nilai ekspor minyak sawit Indonesia tercatat menembus US$22,97 miliar di 2017 atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar US$18,22 miliar.
Musdhalifah bilang pengaturan dari Perpres ISPO ini akan melibatkan lintas kementerian, tak hanya terbatas pada Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, di dalam ISPO terdapat tujuh prinsip bagi perusahaan perkebunan. Salah satunya adalah manajemen perkebunan. Pada poin ini, pemerintah, akan menambahkan aspek transparansi produksi termasuk aspek ketelusuran
(traceability).Aspek ini bertujuan untuk merapikan pendataan produksi, terutama dari petani kelapa sawit kecil
(small holders)."Ini kan sesuatu yang baru tapi bagus juga karena datanya belum rapih, ini sekaligus kami rapihkan data-data small holder dan perusahaan. Kalau perusahaan datanya Insya Allah lebih gampang tapi small holder ini yang agak sulit," tutur Musdhalifah.
Sementara itu, ketujuh prinsip dari ISPO ini adalah legalitas usaha perkebunan, manajemen perkebunan, perlindungan terhadap pemanfaatan hutan alam primer dan lahan gambut, pengelolaan dan pemantauan lingkungan, dan tanggung jawab terhadap pekerja.
Kemudian, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta yang terakhir adalah peningkatan usaha secara berkelanjutan.
(agi/agi)