Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku akan memperkuat koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) guna mendorong rata-rata suku
bunga kredit perbankan di level satu digit
(single digit) untuk semua segmen kredit.
Berdasarkan data BI, pada Februari 2018, rata-rata suku bunga kredit perbankan masih mencapai 11,27 persen, turun 5 bps dibanding bulan sebelumnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menuturkan rata-rata suku bunga kredit untuk segmen korporasi sebenarnya sudah berada di kisaran 8 persen hingga persen. Namun, rata-rata suku bunga segmen kredit komersial dan konsumsi masih di kisaran 11 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini koordinasi antara OJK dan BI berjalan dengan baik. Ke depan, kami akan terus bersama-sama membuat kebijakan untuk industri agar industri bisa bertumbuh, termasuk soal suku bunga kredit," kata Heru di kantornya, Kamis (29/3).
Ia mencontohkan, koordinasi ke depan bisa dilakukan dengan memetakan strategi untuk menurunka suku bunga kredit dengan memanfaatkan momentum penahanan suku bunga acuan BI
(7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR).
"Kecenderungan suku bunga acuan BI yang ditahan 4,25 persen rasanya bisa untuk menuju suku bunga kredit
single digit agar cepat terlaksana. Ini sinyal yang baik, artinya ada optimisme," katanya.
Namun begitu, Heru belum ingin menjabarkan lebih lanjut mengenai strategi apa yang akan dilakukan oleh BI selaku regulator moneter dan makroprudensial dengan OJK selaku regulator mikroprudensial itu.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus D.W Martowardojo juga mengaku akan berkoordinasi dengan OJK untuk mempercepat penurunan suku bunga kredit bank. Penurunan bunga kredit diharapkan dapat menjadi stimulus untuk mendongkrak pertumbuhan kredit bank.
Adapun BI saat ini telah memberi pelonggaran kepada bank melalui kebijakan moneter dengan menahan 7DRRR di angka 4,25 persen. Sedangkan dari sisi makroprudensial, BI telah melonggarkan ketentuan pencadangan kas bank di bank sentral (Giro Wajib Minimum/GWM).
BI juga masih terus mengkaji kemungkinan pelonggaran kebijakan makroprudensial berupa penyesuaian rasio pinjama
(Loan to Value/LTV) untuk kredit properti dan kendaraan bermotor.
"Nanti juga akan dikaji dengan LTV, ini semua tujuannya supaya fungsi intermediasi daripada sistem keuangan, khususnya perbankan bisa lebih baik lagi," kata Agus kemarin.
(agi)