Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menilai kekhawatiran banjir
tenaga kerja asing (TKA) asal China pasca terbitnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA tak beralasan. Pasalnya, penyederhanaan prosedur tetap diiringi dengan pemberlakuan persyaratan kualitatif.
"Kenapa prosedur (perizinan TKA) harus disederhanakan? Agar investasi meningkat dan lapangan kerja meningkat, agar daya saing kita (Indonesia) juga meningkat," ujarnya saat menghadiri Diskusi Media di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin (23/4).
Hanif tak memungkiri mayoritas TKA berasal dari China. Namun, jumlahnya tidak mencapai jutaan orang sebagaimana yang tersebar di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, per akhir tahun lalu, jumlah TKA asal China hanya sekitar 34 ribu-an orang. Selain dari Negeri Tirai Bambu, TKA juga banyak berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.
Menurut Hanif, daya saing Indonesia di bidang ketenagakerjaan masih rendah. Padahal, Indonesia berkomitmen untuk terus memperbaiki iklim investasi.
Dalam Perpres 20/2018, prosedur dan mekanisme perizinan TKA menjadi lebih cepat dan efisien. Seluruh proses perizinan terpusat melalui satu pintu di Kemenaker, tanpa harus melalui kementerian atau lembaga yang terkait dengan bidang investasi investor.
Kendati demikian, penyederhanaan perizinan tidak lantas menghilangkan persyaratan kualitatif.
Misalnya, perusahaan harus memberikan training bahasa Indonesia kepada TKA. Selain itu, TKA yang masuk juga hanya boleh menduduki jabatan tertentu, harus membayarkan dana kompensasi dan bekerja hanya untuk periode tertentu.
"Syarat kualitatif tetap ada. Hanya saja, prosedur perizinannya lebih terintegrasi, sehingga bisa lebih cepat," imbuhnya.
Demi melindungi tenaga kerja Indonesia (TKI), pemerintah tetap melarang pekerja asing kasar (
unskilled).
"Dari dulu sampai sekarang, tenaga kerja asing yang
unskilled masih dilarang. Kalau di lapangan bertemu TKI yang bekerja kasar, itu masuknya pelanggaran," terang Hanif.
Di saat bersamaan, pemerintah juga terus menggalakkan program pendidikan dan pelatihan vokasi. Dengan demikian, kebutuhan industri akan tenaga kerja yang terampil bisa dipasok oleh angkatan kerja Indonesia.
(bir)