Lindung Nilai Lewat Call Spread Bebas Biaya Bersyarat

Dinda Audriene Mutmainah | CNN Indonesia
Kamis, 26 Apr 2018 14:47 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membebaskan biaya lindung nilai (hedging) call spread dengan syarat, tetap memiliki underlying transaksi atau dokumen pendukung.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membebaskan biaya lindung nilai (hedging) lewat call spread dengan syarat, tetap memiliki underlying transaksi atau dokumen pendukung. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membebaskan biaya lindung nilai (hedging) lewat call spread. Dengan syarat, hedging yang dilakukan tetap memiliki underlying (dasar) transaksi atau dokumen pendukung.

Selama ini, hedging melalui skema structure product call spread dikenakan kewajiban agunan berupa kas (margin call) sebesar 10 persen dari total transaksi.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kewajiban agunan kas tersebut membebani nasabah. Makanya, otoritas melakukan perubahan aturan untuk mendorong investor melakukan hedging.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Diharapkan, investor dari negara lain yang punya portofolio investasi rupiah di Indonesia bisa lebih murah, tidak ada biaya yang lebih besar," ujarnya, Kamis (26/4).

Perubahan aturan itu tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 6/POJK.03/2018 terkait perubahan atas POJK nomor 7/POJK.03/2016 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum.

Menurut Wimboh, nasabah banyak melakukan hedging di luar negeri, khususnya Singapura, demi menghindari biaya 10 persen tersebut.


"Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong efisiensi transaksi dan peningkatan likuiditas di pasar derivatif nasional yang berujung pada pendalaman pasar keuangan nasional," terang Wimboh.

Selain memberikan keringanan biaya kepada nasabah, perubahan aturan ini juga diyakini akan menarik lebih banyak investor untuk masuk ke Indonesia.

Lebih rinci Wimboh menjelaskan perubahan aturan tercantum dalam pasal 6 terkait pengecualian kewajiban agunan berupa kas sebesar 10 persen dari nilai transaksi, yaitu tidak hanya berlaku bagi nasabah tertentu, tapi juga transaksi structured product terentu.


Nasabah terentu yang dimaksud, antara lain bank, pemerintah, Bank Indonesia (BI) atau bank sentral negara lain, serta bank pembangunan multilateral atau lembaga pembangunan multilateral.

Namun, nominal transaksi hedging tidak bisa melebihi nilai nominal underlying transaksi. "Jadi, yang tidak ada underlying tetap kena 10 persen," imbuh dia.

Perbankan yang memberikan fasilitas hedging umumnya bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebelumnya, satu bank BUMN saja berpotensi mendapatkan keuntungan ratusan juta dari hedging.

"Potensinya, satu bank saja nilai yang di hedging US$8 miliar, besar sekali. Kalau 10 persen dari US$8 miliar, jadinya US$800juta margin call-nya," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER