Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan pengusaha menilai aturan baru bagi
Tenaga Kerja Asing (TKA) akan lebih banyak mendatangkan manfaat ketimbang mudarat, kendati ada kekhawatiran membanjirnya TKA dan tergerusnya kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal.
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Anton J. Supit menjabarkan, dari sisi persaingan tenaga kerja, kehadiran TKA di Indonesia saat ini sebarnya masih sangat sedikit, hanya sekitar 85 ribu orang. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah TKI yang bekerja di luar negeri yang mencapai 9 juta orang.
"Artinya, masih lebih banyak TKI di luar dibandingkan TKA di dalam. Negara harus adil pula dengan negara lain dan ini juga tidak ada masalah dengan pekerja lokal," ucap Anton, Kamis (26/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, kehadiran TKA mampu mendatangkan investasi. Menurut Anton, ini merupakan manfaat terbesar dari kehadiran TKA. Pasalnya, masuknya aliran investasi membuat dampak domino pada perekonomian, di mana semua sektor ikut mendapatkan keuntungan.
"Investasi hanya akan masuk kalau aturan dan perizinan tidak dihambat. Kalau dari izin pekerjanya saja sudah lebih cepat, mereka jadi lebih tertarik masukkan investasi," katanya.
Setelah investasi masuk, sambung Anton, dampak lanjutannya adalah roda industri bisa bergerak lebih kencang karena mendapatkan modal dan lapangan kerja kian bertumbuh karena industri butuh penggerak.
Lalu, industri yang bergerak membuat roda ekonomi dari sisi riil dan makro ikut membaik, sehingga pertumbuhan ekonomi pun bisa meningkat.
"Karena tugas pokok negara adalah menghapuskan kemiskinan dengan memberi lapangan kerja. Kalau mau lapangan kerja terbuka, investasi harus masuk untuk gerakkan ekonomi," terangnya.
Ketiga, terjadi transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan dari TKA ke TKI. Hal ini membuat kualitas TKI ke depan menjadi lebih baik dan bisa bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.
Kendati begitu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang Kulit Indra Munaswar melihat hal yang berbeda. Ia rupanya tak yakin bila investasi akan mengalir deras usai pemerintah memberikan kemudahan perizinan TKA untuk bekerja di dalam negeri.
"Kalau bicara investasi, apa sih yang bisa diharapkan oleh negara yang gejolak politiknya tidak berhenti-henti? Tidak gampang orang tidak mau investasi kalau dia masih terganggu, dipersulit, masih suasana politik yang tidak stabil. Jadi tidak menjamin akan datangnya investasi," ucap Indra.
Selain itu, ia melihat, masih ada potensi bahwa masuknya TKA akan menggerus lapangan kerja TKI. Pasalnya, aturan main baru dari pemerintah bukan sekedar mempercepat perizinan, tetapi juga mempermudah persyaratan yang membuat aliran TKA bisa lebih deras.
Persyaratan yang dimaksud, misalnya TKA yang tidak bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dibiarkan masuk dan mendapat izin kerja. Padahal, dalam aturan sebelumnya yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) diwajibkan bisa menggunakan bahasa Indonesia.
"Padahal kalau dibandingkan dengan TKI yang bekerja di luar negeri, itu mereka harus bisa bahasa negara yang dituju, misalnya ke Arab, maka bisa bahasa Arab. Ini kok malah dihapus?" katanya.
Sementara, Kasubdit Perizinan TKA Sektor Jasa Direktorat Pengendalian Penggunaan TKA Direktorat Jenderal Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan, Haryanto mengatakan, sebenarnya tak ada substansi yang berubah dari aturan baru yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
Pasalnya, semua ketentuan baru hanya mempermudah dan mempercepat proses izin. Selain itu, pengawasan yang ketat tetap akan dilakukan oleh pemerintah guna memastikan bahwa izin yang diberikan bisa dipertanggungjawabkan.
"Perizinan tetap sesuai dengan pengendalian, tapi kami tidak lupa dari sisi pengawasan, seperti tidak ada level pekerja kasar diisi TKA," kata Haryanto.
Menurutnya, satu-satunya potensi dampak negatif dari kehadiran TKA di dalam negeri apabila ada penyelewangan atau pelanggaran dari ketentuan yang diberlakukan pemerintah.
Namun, untuk hal ini, pemerintah telah menyiapkan solusinya, yaitu melakukan pengawasan yang lebih ketat melalui kerja sama dengan Tim Pengawas Orang Asing (Timpora), yang turut melibatkan pemerintah daerah dan petugas imigrasi. Bahkan, sanksinya pun sudah disiapkan, yaitu tidak segan melakukan deportasi.
"Ada aturannya, kalau dianggap melanggar ada tahapannya, dari mulai preventif pembinaan, represif non yusdisial sampai kepada represif yusdisial sampai ke penindakan, misal deportasi," jelasnya.
(agi)