Jakarta, CNN Indonesia -- Aplikasi OnlinePajak mengaku telah menggunakan teknologi
blokchain. Teknologi ini diklaim dalam mempermudah korporasi membayar pajak dan mendukung transparansi dalam transaksi.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara berpendapat teknologi
blockchain mempermudah korporasi dalam membayar pajak. Selain itu,
blokchain juga memberikan tranparansi dalam transaksi.
OnlinePajak bisa dibilang alternatif Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memberikan fasilitas memudahkan Wajib Pajak (WP) individu maupun badan dalam menghitung, menyetor, dan melapor pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada umumnya orang Indonesia mau bayar pajak, ini komentar awam ya, ribet. Sekarang bagaimana dipermudah," ungkap Rudiantara, Jumat (27/4).
Blockchain adalah teknologi penyimpanan data multiserver yang mencatat setiap perubahan data secara efisien dan permanen. Teknologi ini memiliki kelebihan karena sifatnya yang transparan.
"Saya mendukung penerapan
blockchain OnlinePajak karena dapat memberikan transparansi dalam transaksi," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Jakarta, Jumat (27/4).
Hingga tahun lalu, pembayaran pajak melalui aplikasi ini baru mencapai Rp43 triliun atau sekitar 3 persen dari total penerimaan pajak
Rp1.399,8 triliun. Rudiantara menargetkan pembayaran pajak melalui aplikasi online pajak dapat mencapai sekitar 10 persen dari total penerimaan pajak di tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 1.424,7 triliun. Dengan demikian, OnlinePajak diharapkan dapat melayani transaksi Rp142,5 triliun.
Ia juga memberikan saran agar teknologi
blockchain tak hanya digunakan dalam pembayaran pajak, tapi juga dalam proses pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Untuk identitas, seperti alamat itu adanya di kantor pajak. Jadi ini aman," ujar Rudiantara.
Direktur OnlinePajak Charles Guinot menyebut hingga kini, terdapat 700 ribu wajib pajak yang telah menggunakan layanannya. Teknologi
blokchain, menurut dia, memang tak bisa diretas, tetapi identitas penggunya bisa tidak valid.
Untuk mengatasinya, Direktorat Jenderal Pajak berencana mengembangkan Digital ID untuk setiap wajib pajak.
"Harapannya platform ini dapat membantu lebih dari 500 ribu WP termasuk individu dan badan", tuturnya.
(agi/bir)