Jakarta, CNN Indonesia --
Perdana Menteri China Li Keqiang meminta Indonesia untuk bersedia merelaksasi aturan impor jeruk mandarin dari China ke Indonesia sebagai bagian dari kerja sama perdagangan. Hal itu disampaikannya usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor.
Pemerintah Indonesia memang membatasi impor jeruk mandarin setelah terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 30 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Di dalam beleid itu, pembatasan tak hanya dilakukan terhadap komoditas jeruk mandarin, tetapi juga 32 komoditas lain.
"Tadi kami menyampaikan di Indonesia bahwa ada pembatasan impor buah-buahan dari China, yaitu jeruk mandarin. Saya berharap dari Indonesia, bahwa ini bisa ditingkatkan impornya," ujar Li di Istana Bogor, Senin (7/5)
Ia berharap Indonesia mau menyetujui ini sebagai tindak resiprokal atas pemerintah China yang bersedia membuka pintu impor bagi komoditas Indonesia. Bahkan, ia berjanji ekspor jeruk mandarin asal negaranya bisa mengikuti standar dan kualifikasi yang berlaku di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, di dalam pertemuannya dengan Jokowi, China sepakat untuk membuka impor kopi, kakao, manggis, buah naga, hingga salak dari Indonesia. Bahkan, China juga sudah bersedia untuk menambah jumlah impor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dari Indonesia dengan jumlah 500 ribu ton.
Ini akan membuat Indonesia menjadi sumber pemasok utama CPO ke negara tirai bambu tersebut.
Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), volume ekspor kelapa sawit Indonesia ke China tercatat 3,73 juta ton di tahun 2017 atau meningkat 16 persen dibanding tahun sebelumnya yakni 3,23 juta ton. Itu saja sudah memenuhi 64,6 persen kebutuhan CPO di China yang diperkirakan mendekati 5 juta ton per tahun.
"Tentunya, produk pertanian dari Indonesia punya banyak keunggulan di China karena banyak (buah-buahan) yang tidak kami miliki di China," ungkapnya.
Buah Terkendala Karantina Produk
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan kerja sama Indonesia dan China di dalam perdagangan buah-buahan selalu terkendala dari segi karantina produk.
Agar bisa menciptakan hubungan perdagangan buah yang saling menguntungkan, Indonesia membutuhkan kerja sama antara badan karantina dalam bentuk perjanjian saling menguntungkan di bidang perdagangan (Mutual Recognition Agreement/MRA).
Meski begitu, pemerintah cukup senang dengan keinginan China untuk membuka impor buah-buahan dari Indonesia karena ini peluang untuk mempertipis defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$3,81 miliar sepanjang kuartal I 2018. Angka ini melebar jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$2,99 miliar.
"Kami sampaikan bahwa harus ada pendekatan atau kerja sama antara badan karantina, sehingga tidak ada proses berbelit lagi, terutama ketika sudah ada kesepakatan MRA," jelas dia.
(lav)