Jakarta, CNN Indonesia --
Kasus terorisme yang tengah melanda Indonesia saat ini dianggap berpengaruh pada keputusan investor di
pasar modal. Namun, kondisi ini diperkirakan hanya akan berlangsung sementara.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara teror bom sempat membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat melemah 1,37 persen ke angka 5.874 dan nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah ke angka Rp13.998 per dolar AS. Hanya saja, kondisi ini bisa cepat berbalik arah karena penanganan aparat keamanan yang cukup tanggap merespons kejadian ini.
Pada penutupan perdagang sore ini, IHSG ditutup melemah 9,68 poin ke level 5.947. Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah 13 poin ke level R13.973 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penanganan dari aparat keamanan untuk mengembalikan kondisi di Surabaya bisa berjalan cepat jadi dampaknya hanya temporer. Sehingga dampaknya hanya temporer," jelas Bhima kepada
CNNIndonesia.com, Senin (14/5).
Ia melanjutkan, aksi terorisme kali ini memang dampaknya tidak begitu signifikan ke ekonomi, karena investor juga melihat skala kasus tersebut. Kali ini, kondisi terorisme menyerang warga lokal dan aparat keamanan, sehingga tidak begitu menimbulkan sentimen buruk terhadap investor asing. Bahkan, pada saat kerusuhan Mako Brimob terjadi pekan lalu, IHSG ditutup naik 2,31 persen pada hari Rabu dan 0,83 persen di hari Jumat.
Namun, hal berbeda akan ditunjukkan jika target serangan terorisme adalah pihak-pihak asing. Bisa jadi, pasar modal panik karena investor asing merasa "diserang". Makanya, kejadian Bom Bali dan Hotel JW Marriot satu dekade lalu cukup membuat pasar modal cukup terpukul.
Saat kejadian Bom Bali tahun 2002, IHSG langsung terjun 10,36 persen dua hari sesudahnya. Sementara itu, kasus bom di Hotel JW Marriot bikin IHSG turun 3,06 persen di sesi penutupan bursa petang hari pasca kejadian itu.
"Tetapi, semakin cepat respons aparat keamanan untuk menangkap pelaku teror, seharunya semakin cepat kepercayaan investor pulih. Jadi tidak akan sampai teror bom menurunkan pertumbuhan Pertumbuhan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau Produk Domestik Bruto (PDB)," imbuhnya.
Maka dari itu, pemerintah harus bisa mengetatkan pengamanan di acara skala internasional yang akan dilaksanakan tahun ini mulai dari Asian Games hingga pertemuan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia agar kasus terorisme tak bikin ekonomi Indonesia lunglai.
Terlepas dari isu terorisme, Bhima yakin investor masih lebih mementingkan kondisi makroekonomi Indonesia dan kondisi eksternal seperti kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Fund Rate yang diperkirakan akan terjadi lebih dari tiga kali di tahun ini.
"Sedangkan untuk iklim dunia usaha di Surabaya juga tidak terlalu terdampak. Prospek bisnis di Surabaya masih cerah dengan tingkat populasi kelas menengah yang semakin besar. Tahun 2017 lalu pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 5,45 persen, bahkan lebih tinggi dari rata-rata nasional 5,1 persen," jelas dia.
Namun di sisi lain, Analis Danpack Sekuritas Harry Wijaya berpendapat ledakan bom di Surabaya memang menambah sentimen buruk bagi pergerakan IHSG. Pasalnya, sejak beberapa waktu terakhir IHSG terus diterpa sentimen negatif.
"Pekan ini juga ditambah ada pengumuman suku bunga Bank Indonesia (BI), kemungkinan suku bunga acuan akan naik," kata Harry.
Seperti diberitakan sebelumnya, telah terjadi ledakan bom di tiga gereja yang berlokasi di Surabaya, yaitu Gereja Santa maria Tak Bercela Ngagel, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna.
Kemudian, serangan bom berlanjut di depan gapura Molrestabes Surabaya pagi tadi. Peristiwa itu mengakibatkan beberapa polisi sedang berjaga dan warga terluka.
(agi)