Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia diminta langsung meningkatkan
suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin di dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang sedianya dihelat pertengahan bulan ini. Adapun, langkah itu diambil demi menahan arus modal keluar dari Indonesia.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menerangkan bahwa langkah ini harus dilakukan demii mengimbangi Bank Sentral Amerika Serikat The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya hingga 75 basis poin. Dengan demikian, jika BI hanya menaikkan suku bunga 7 Days Repo Rate (7DRR) sebesar 25 basis poin saja, langkah itu dianggap sudah terlambat dalam menanggulangi aksi Bank Sentral AS.
"BI sebaiknya merespons kenaikan itu dengan nilai 50 basis poin, sebab kalau 25 basis poin sudah terlambat. Kalau naik 50 basis point, itu menahan
capital outflow (aliran modal keluar)," ujar Aviliani, Selasa (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan tertahannya aliran modal asing keluar Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin membaik. Selain itu, suku bunga acuan yang meningkat juga bisa mengurangi pengeluaran cadangan devisa yang digunakan untuk intervensi moneter.
Menurut catatan Bank Indonesia, cadangan devisa April 2018 sudah di angka US$124,86 miliar. Angka ini sudah menurun jauh dari rekor US$131,98 miliar di Januari kemarin. Namun, rupiah malah terdepresiasi 3,88 persen secara tahun kalender per akhir pekan lalu.
"Yang harus dijaga antara capital
inflow dan
outflow, tapi sekarang ini kebanyakan
outflow. Ini indikasi pasar terhadap kenaikan suku bunga, semoga besok RDG BI naikkan suku bunga," imbuh dia.
Hanya saja, keputusan untuk menaikkan suku bubga acuan tentu memiliki dilema tersendiri. Imbal hasil instrumen investasi serta nilai tukar rupiah mungkin akan terjaga, tapi kenaikan suku bunga acuan ditakutkan menghambat pertumbuhan kredit. Bahkan, suku bunga acuan yang tinggi juga menjadi disinsentif bagi konsumsi.
Namun menurut Aviliani, pemerintah harus segera membenahi aspek lain di luar moneter untuk memperbaiki konsumsi dan investasi. Untuk konsumsi, misalnya, pemerintah harus mengoptimalkan daya beli golongan berpendapatan rendah dengan kebijakan anggaran seperti bantuan sosial dan bantuan dana desa untuk padat karya.
Sementara itu, dari segi dunia usaha, pemerintah bisa meningkatkan gairah sektor riil seperti reformasi fiskal yang tepat guna. "Jadi sebagai pelengkap kebijakan moneter, fiskal harus masuk ke dalamnya," jelas dia.
Nilai tukar atau kurs rupiah siang ini kembali menyentuh Rp14.033 per dolar AS di perdagangan pasar spot, Selasa (15/5) pukul 12.00 WIB. Posisi ini melemah 0,43 persen dari kurs rupiah pada pembukaan hari ini di angka Rp13.973 per dolar AS.
Sementara itu, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan nilai jual bersih perdagangan instrumen pasar modal secara tahun kalender hingga 14 Mei 2018 kemarin sebesar Rp37,82 triliun.
(agi)