Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut Indonesia masih dibanjiri oleh produk
impor dari China. Hal ini terbukti dari
neraca perdagangan Indonesia dengan China yang tercatat defisit hingga US$1,93 miliar pada April 2018.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan bila dikalkulasi sejak awal tahun hingga April atau
year to date (ytd), maka jumlah neraca perdagangan dengan China mencapai US$5,76 miliar. Angka itu naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$4,06 miliar.
"Impor ke Indonesia utamanya berasal dari China atau kontribusinya 27,28 persen sebesar US$13,92 miliar," ungkap Suhariyanto, Selasa (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa barang impor China yang mengalami kenaikan merupakan barang konsumsi. Impor bawang putih misalnya, naik US$61,5 juta, apel naik sebesar US$36,1 juta, dan pir naik sebesar 26,3 juta.
Alhasil, nilai impor yang berasal dari barang konsumsi secara keseluruhan naik 25,86 persen secara bulanan
(month to month/mom) menjadi US$1,51 miliar. Sementara, secara tahunan
(year on year/yoy) impor dari barang konsumsi naik 38,01 persen.
"Tapi sebenarnya kontribusi dari barang konsumsi termasuk kecil dari keseluruhan impor hanya 9,39 persen," tutur Suhariyanto.
Ketika impor bertambah, jumlah ekspor ke China kian menurun karena beberapa permintaan, seperti bahan mineral, besi, baja, lemak dan minyak hewan nabati turun. US$537 juta.
"Ekspor ke China turun karena situasi perdgangan dunia masih tidak menentu, ada kecenderungan China agak menahan produksi karena itu permintaan barang ekspor dari Indonesia jadi tertahan," papar Suhariyanto.
Selain dengan China, neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 juga tercatat defisit dengan Thailand sebesar US$404 juta dan Australia sebesar US$191 juta.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan pada April 2018 defisit sebesar US$1,63 miliar. Kondisi ini berbanding terbalik dengan neraca perdagangan Maret 2018 yang surplus sebesar US$1,09 miliar.
(agi)