Neraca Dagang April Diramal Surplus oleh Ekonomi AS dan China

Lavinda | CNN Indonesia
Selasa, 15 Mei 2018 09:56 WIB
Neraca perdagangan pada April 2018 diproyeksi surplus U$520 juta, dipicu membaiknya perekonomian negara tujuan ekspor yang jadi faktor pendorong kinerja ekspor.
Aktivitas bongkar muat peti kemas berlangsung di Terminal Peti Kemas Semarang. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra).
Jakarta, CNN Indonesia -- Neraca perdagangan pada April 2018 diproyeksi surplus U$520 juta, dipicu membaiknya perekonomian negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat (AS) dan China yang jadi faktor pendorong kinerja ekspor nasional.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia Maret 2018 surplus US$120 juta. Ini mengubah tren neraca perdagangan yang sudah defisit dalam tiga bulan terakhir dengan akumulasi US$1,1 miliar. Tercatat, pertumbuhan ekspor Maret ada di angka 10,24 persen sementara impor hanya tumbuh 2,34 persen.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira Adhinegara menilai perbaikan ekonomi negara tujuan ekspor mendorong tren kenaikan harga komoditas dari sisi ekspor.
"Namun perlu mewaspadai adanya penurunan terutama produk CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit)," katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (15/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sepanjang kuartal I 2018, nilai ekspor CPO menurun drastis 17,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ekspor CPO dipengaruhi oleh proteksi dagang berupa kenaikan bea masuk, terutama dari India dan beberapa produsen ritel di Eropa yang menghentikan penjualan produk berbahan sawit.

Di sisi lain, porsi ekspor komoditas mentah masih cukup besar dari total ekspor Indonesia, sehingga rentan terhadap hambatan dagang di negara tujuan ekspor.
"Dari sisi impor, menjelang Ramadan terdapat faktor musiman meningkatnya impor terutama barang konsumsi," katanya.

Selain itu, imbas libur lebaran yang panjang membuat pelaku usaha melakukan impor bahan baku lebih cepat. Perilaku ini juga disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah yang diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir tahun, sehingga importir mengantisipasi kerugian dengan mempercepat impor.

Hal lain yang jadi penyebab penurunan surplus, menurut dia adalah defisit neraca minyak dan gas (Migas) selama kuartal I 2018 terus membengkak, ada kenaikan US$100 juta dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Januari-Maret 2018, defisit neraca migas mencapai US$2,7 miliar. Kebutuhan BBM semakin besar, sementara lifting minyak terus menurun. Alhasil, ketergantungan impor di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia menjadikan kualitas neraca dagang tidak sehat. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER