Pasokan Global Terancam, Harga Minyak Menguat Pekan Lalu

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 21 Mei 2018 07:38 WIB
Penguatan harga minyak dunia pada pekan lalu dipicu oleh turunnya produksi minyak Venezuela, kuatnya permintaan global, dan kekhawatiran sanksi AS kepada Iran.
Penguatan harga minyak dunia pada pekan lalu dipicu oleh turunnya produksi minyak Venezuela, kuatnya permintaan global, dan kekhawatiran sanksi AS kepada Iran. (ANTARA FOTO/Idhad Zakaria).
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia menguat pada perdagangan pekan lalu. Penguatan dipicu oleh terjerembabnya produksi minyak Venezuela, kuatnya permintaan global, dan kekhawatiran terhadap efek dari sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran.

Dilansir dari Reuters, Senin (21/5), harga minyak berjangka Brent pada Jumat (18/5) lalu melemah 0,3 persen atau US$0,26 menjadi US$79,04 per barel. Namun demikian, level harga tersebut masih lebih tinggi di bandingkan Jumat pekan sebelumnya yang ditutup di level US$77,12 per barel.

Pada Kamis lalu, Brent sempat menembus level US$80 per barel untuk pertama kalinya sejak November 2014 dan investor mengantisipasi kenaikan harga lebih lanjut, setidaknya untuk jangka pendek. Sejak awal tahun, Brent telah melesat lebih dari 20 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penguatan secara mingguan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) dari US$70,7 per barel menjadi US$71,28 per barel. Pengutan WTI telah terjadi selama tiga pekan berturut-turut.

Namun, sama seperti Brent, harga mintak WTI turun sekitar 0,3 persen atau US$0,21 per barel pada perdagangan Jumat lalu.

"Harga minyak berada di teritori kelebihan pembelian (overbought) yang telah memicu aksi ambil untung pada perdagangan hari ini (Jumat) sebelum akhir pekan," ujar Analis Energi Senior Interfax Energy Global Gas Analytics Abhishek Kumar di London.

Para pelaku pasar mengantisipasi pemilihan umum di Venezuela yang diselenggarakan pada Minggu (20/5). Hal tersebut dapat memicu sanksi tambahan AS jika Presiden Venezuela Nicolas Maduro terpilih kembali untuk keenam kalinya meskipun partai oposisi telah melakukan boikot besar-besaran. Dua lawan populer Maduro telah dilarang untuk maju dalam pemilu tersebut.

Proses pemilu Venezuela mendapatkan krikan keras dari AS, Uni Eropa, dan negara utama di kawasan Amerika Latin.


Sanksi tambahan dapat menyakiti pasokan minyak dari Venezuela lebih jauh. Produksi minyak Venezuela telah terganggu dari kurangnya perawatan dan ketidakmampuan perusahaan minyak pelat merah Venezuela PDVSA untuk membayar tagihan. Baru-baru ini, PDVSA diminta untuk menutup unit kilang di Curacao usai ConocoPhillips menyita minyak sebagai imbalan dari kemenangan di pengadilan senilai US$2 miliar.

Barclays menyatakan produksi minyak dari Venezuela dapat merosot di bawah 1 juta barel per hari (bph). Berdasarkan data Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Venezuela memproduksi sekitar 1,4 juta bph pada April lalu.

Sementara, produsen terbesar OPEC Arab Saudi pada Kamis (17/5) lalu menyatakan bakal memastikan pasokan dunia terpenuhi setelah salah satu konsumen utama minyak dunia India merasa frustasi dengan kenaikan harga minyak dunia.

Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menghubungi Menteri Perminyakan India Dharmendra Pradhan untuk meyakinkan bahwa mendukung pertumbuhan ekonomi dunia merupakan salah satu tujuan utama kerajaan.


Harga minyak mentah telah mendapat dukungan besar dari pemangkasan produksi yang dilakukan oleh OPEC. Harga minyak juga menguat pada bulan ini usai AS menyatakan keluar dari kesepakatan nuklir Iran dan memperbarui sanksi terhadap salah satu anggota OPEC tersebut.

Bank investasi AS Jefferies menyatakan bahwa sanksi terhadap Iran dapat memangkas sekitar 1 juta bph dari pasar global.

Di AS, perusahaan layanan energi Baker Hughes menyatakan jumlah kilang AS pada pekan lalu tetap 844 unit setelah sebelumnya bertambah untuk enam pekan berturut-turut.

Perusahaan minyak BP memperkirakan reli kenaikan harga bakal mereda. Chief Executive BP Bod Dudley mengatakan kepada Reuters bahwa harga minyak mentah dunia bakal merosot ke kisaran US$50 hingga US$65 per barel seiring peningkatan produksi minyak shale dan kemampuan OPEC untuk mengerek produksi. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER