Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak mentah menanjak pada perdagangan Rabu (16/5), waktu Amerika Serikat (AS). Hal itu terjadi usai dirilisnya data pasokan minyak mentah dan
bahan bakar minyak AS yang merosot di luar perkiraan.
Dilansir dari
Reuters, Kamis (17/5), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,85 menjadi US$79,28 per barel.
Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,18 menjadi US$71,49 per barel.
"Pasar terus mendapat dukungan dari kekhawatiran terhadap pasokan yang berasal dari perjanjian nuklir Iran, Venezuela, juga berkurangnya pasokan minyak mentah," ujar Manajer Riset Pasar Tradition Gene McGillian di Stamford.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), stok minyak mentah AS merosot 1,4 juta barel pada pekan lalu. Padahal, analis memperkirakan stok hanya akan turun sebesar 763 ribu barel.
Tak hanya itu, pasokan bahan bakar minyak AS juga melorot 3,79 juta barel, lebih besar dari perkiraan analis yang meramal hanya turun 1,42 juta barel. Kondisi ini mendorong harga bensin berjangka ke level tertingginya sejak Oktober 2014.
"Kuatnya harga bensin yang mencapai level tertinggi barunya sejak 3,5 tahun pada hari ini, telah membantu mengerek harga minyak mentah dalam sesi perdagangan," ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch di Galena, Illinois.
Terkait ekspor, EIA mencatat ekspor mencetak rekor tertinggi secara mingguan.
Analis Commerzbank Carsten Fritsch menyatakan laporan EIA menunjukkan permintaan minyak mentah AS yang sehat.
Di Venezuela, produksi turun 1,5 juta barel bulan lalu, level terendah dalam beberapa dekade terakhir akibat krisis perekonomian yang terjadi.
Selanjutnya, kurs dolar AS menguat ke level tertingginya dalam lima bulan terakhir, melawan sekeranjang mata uang utama dunia. Sebagai catatan, penguatan dolar membuat harga komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS menjadi relatif mahal bagi pemegang mata uang lain.
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka menanjak, pasar fisik minyak mentah mengendur karena tekanan minyak yang tidak terjual. Kenaikan harga minyak mentah sebesar 50 persen tahun lalu mendorong perusahaan minyak raksasa seperti ExxonMobil, Royal Dutch Shell, Chevron, BP, dan Total untuk mendongkrak produksinya.
Selisih harga minyak mentah dalam kargo dengan harga berjangka terlebar dalam beberapa tahun terakhir seiring kesulitan penjual mencari pembeli untuk kargo dari Afrika Barat, Rusia, dan Kazakhtan sementara pipa menyumbat pasokan yang terjebak di Tezas Barat dan Kanada.
Lebih lanjut, Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan bahwa permintaan global kemungkinan akan mengarah ke level moderat tahun ini seiring harga minyak yang mendekati US$80 per barel dan banyak negara importir utama tidak lagi murah hati dalam mengucurkan subsidi bahan bakar minyak ke konsumen.
Dalam laporan bulanannya, IEA memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan global menjadi 1,4 juta barel per hari (bph), dari sebelumnya 1,5 juta bph.
"Terkait keseimbangan (pasar), laporan (IEA) cenderung mengarah ke sisi negatif. Permintaan minyak untuk paruh kedua tahun ini telah direvisi ke bawah sejak April," ujar Analis PVM Oil Associates Tamas Varga.
(lav)