Jakarta, CNN Indonesia --
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku tak heran bila penyelamatan Asuransi Jiwa Bersama
(AJB) Bumiputera 1912 belum juga berhasil hingga saat ini. Pasalnya, anggota dari pengelola statuter dinilai tak memiliki pengalaman dalam bidang asuransi.
"Orang-orangnya tidak memiliki pengalaman di dunia asuransi, ya bagaimana mereka bisa mengelola uang," ungkap Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
Menurut Mekeng, pihak yang menakhodai perusahaan asuransi seharusnya paham bagaimana memilih investasi untuk mengelola uang pembayaran premi yang menguntungkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu bagaimana mengelola
fund yang ada, lalu mengelola uang dari polis-polis baru. Itu harus dikelola dengan orang yang memiliki kemampuan, kalau tidak ya susah," jelas Mekeng.
Untuk mengingatkan, pada 2016 lalu OJK memilih secara sepihak menunjuk pengelola statuter untuk menggantikan tugas direksi kala itu demi menyehatkan kembali keuangan AJB Bumiputera yang terus terpuruk.
Kendati dipilih langsung oleh OJK, Mekeng menyebut tak sepenuhnya hal itu menjadi kesalahan di tubuh OJK saat ini karena kebijakan itu dikeluarkan pada OJK periode 2012-2017.
"Tapi mungkin salah pilih, kalau begitu ya sekarang dibenahi," imbuh Mekeng.
Mengutip website resmi AJB Bumiputera, saat ini terdapat lima pengelola statuter yang terdiri dari Didi Achdijat, Sriyanto Muntasram, Yusman, Adhie Massardi, dan Agus Sigit.
"Saya pernah panggil, saya tidak punya keyakinan mereka bisa," tutur Mekeng.
Di sisi lain, ia mengakui pembenahan persoalan keuangan AJB Bumiputera tak mudah dan membutuh waktu jangka panjang. Pasalnya, jumlah premi dan klaim masih juga belum seimbang.
"Perlu jangka panjang karena bolongnya banyak. Paling tidak memang butuh
roadmap," ujar Mekeng.
Berdasarkan data terbaru milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pembayaran premi hingga Mei 2018 sebesar Rp1,2 triliun, sedangkan jumlah klaim mencapai Rp1 triliun.
Sementara, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan tengah berkoordinasi dengan Badan Perwakilan Anggota (BPA) untuk membentuk manajemen baru AJB Bumiputera.
"Manajemen baru itu juga nanti harus ada evaluasi. Ada uji kelayakan dan kepatutan
(fit and proper test) dari OJK," terang Wimboh.
Secara terpisah, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Misbakhun mengapresiasi langkah OJK yang akan mengubah struktur manajemen AJB Bumiputera karena memang pengelola statuter hanya bersifat sementara.
"Upaya ini lebih pada penyelamatan yang struktural dan berpihak pada pemegang polis," kata Misbakhun.
Namun, ia meminta kepada OJK untuk melakukan investigasi terhadap keuangan AJB Bumiputera karena terjadi ketidakseimbangan antara jumlah klaim dan premi. Hal lainnya yang perlu dicermati, yakni pengelolaan uang di AJB Bumiputera yang mengakibatkan masalah likuiditas.
Ia menyebut investasi AJB Bumiputera dulunya hanya berupa tanah dan bangunan yang memiliki nilai tinggi dan berkualitas. Namun, saat ini perusahaan asuransi itu justru menanamkan dananya di beberapa instrumen yang memiliki performa buruk dan bersifat spekulatif.
"Orang butuh rasa aman dan terjamin, maka asuransi ini menjadi industri yang berkembang sangat pesat," tutup Misbakhun.
(agi/bir)