Jakarta, CNN Indonesia --
Kalangan dunia usaha menyambut positif upaya
Kementerian Keuangan dalam menertibkan penunggak
pajak, dengan mencekal mereka bepergian ke luar negeri. Mereka menilai upaya tersebut bisa digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak.
Namun, Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Kadin Jakarta meminta penerapan kebijakan tersebut dilakukan secara hati- hati. Sebelum mencekal, baik
Direktorat Jenderal Pajak maupun Direktorat Jenderal Imigrasi harus memiliki data valid mengenai tunggakan maupun kesalahan yang dilakukan oleh wajib pajak.
"Lakukan dulu semua proses penagihan, peringatan dan lain sebagainya, kalau tidak dipatuhi baru lakukan pencekalan. Jangan baru indikasi sudah langsung main cekal saja," katanya Kepada CNN Indonesia, Rabu (30/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direkotar Jenderal Imigrasi diminta untuk segera menginformasikan kepada masyarakat mengenai kebijakan tersebut. Sebab, walaupun sudah beredar luas, Sarman mengatakan bahwa rencana pencekalan penunggak pajak tersebut sampai saat ini belum disosialisasikan kepada masyarakat secara baik.
Banyak pengusaha yang belum mengetahui kebijakan tersebut. "Supaya tidak menimbulkan masalah, orang sudah beli tiket, tapi belum tahu kebijakan tersebut tahu-tahu mau ke luar negeri di bandara dicekal," jelasnya.
Senada dengan Sarman, Pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji mengatakan bahwa sosialisasi merupakan titik terpenting dari kebijakan pencegahan wajib nakal ke luar negeri.
"Supaya wajib pajak bisa mengetahui konsekuensi dari setiap tindakan yang mereka lakukan dalam melaksanakan kewajiban pajaknya dan dalam konteks pencegahan itu sendiri," imbuh dia.
DJP dan Ditjen Imigrasi pertengahan Mei lalu menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama dalam mencegah seseorang keluar negeri bila mereka memiliki catatan buruk dalam pembayaran pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan kebijakan pencegahan tidak akan dilakukan secara serampangan. Wajib pajak yang bisa dicegah untuk bepergian ke luar negeri dengan kerja sama ini,
pertama, mereka yang memiliki utang atau tunggakan pajak minimal Rp100 juta dan telah berkekuatan hukum tetap.
Kedua, tunggakan pajak tersebut harus tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Selain itu, pencegahan juga bisa dilakukan terhadap orang yang tengah disidik dalam kasus tindak pidana perpajakan.
Bawono menuturkan kebijakan yang dilakukan oleh DJP dan Ditjen Imigrasi tersebut sudah diatur dalam UU Keimigrasian dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
"Dalam UU istilahnya pencegahan, larangan bersifat sementara untuk ke luar negeri, pencegahan hanya dapat dilakukan kepada penanggung pajak dengan jumlah utang minimal Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya melunasi utang pajak," tandasnya.
(agt/bir)