jenis Solar akan difinalkan usai mengetahui rerata harga minyak mentah Indonesia
selama semester I 2018. Hal ini perlu dipastikan demi mengetahui jumlah pasti beban subsidi yang ditanggung pemerintah.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan rerata harga minyak selama satu semester kemarin juga dibutuhkan untuk menentukan perkiraan ICP hingga akhir tahun mendatang. Apalagi, realisasi ICP sepanjang lima bulan pertama tahun ini sudah menyimpang jauh dari asumsinya di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat rata-rata ICP selama lima bulan pertama 2018 sebesar US$65,79 per barel. Angka ini jauh lebih besar ketimbang asumsi APBN 2018 yang hanya US$48 per barel.
"(Besaran subsidi) tergantung dari asumsi harga minyak nanti yang akan dipakai, sebab menghitung subsidi itu tergantung patokan harga minyak. Nah, nanti kami akan rata-ratakan nilainya dalam setahun, tapi kami juga perlu hitung angka ICP enam bulan ke belakang," jelas Askolani di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan pemerintah sudah melakukan simulasi mengenai besaran subsidi dengan beberapa asumsi harga minyak yang mungkin terjadi. Namun, besaran itu masih dalam bentuk rentang, belum diformulasikan ke dalam satu angka final.
Rencananya, pemerintah sudah mulai bisa berhitung anggaran subsidi setelah memberikan laporan semester I kepada DPR. "Dan nanti mungkin sekalian dilaporkan juga mekanisme subsidinya seperti apa," tambahnya.
Selain mencari angka ICP, pemerintah juga tengah menghitung kemampuan fiskal dalam menanggung subsidi tersebut. Namun seharusnya, APBN masih kuat lantaran kenaikan harga minyak dunia dan depresiasi rupiah mendatangkan tambahan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor migas.
Sebelumnya, Kemenkeu mencatat bahwa setiap kenaikan ICP sebesar US$1 per barel bisa meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp1,1 triliun. Sementara itu, jika nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS melemah Rp100, maka ini bisa menambah pundi negara sebesar Rp2,1 triliun.
"Kami juga akan lihat dari kemampuan APBN secara total, sebab sisi lain naiknya harga minyak adalah tambahan PNBP yang cukup lumayan," jelas dia.
Di dalam APBN 2018, dengan asumsi harga minyak US$48 per barel, pemerintah menetapkan subsidi energi sebesar Rp94,5 triliun. Angka itu mencakup subsidi BBM dan elpiji volume 3 kilogram (kg) sebesar Rp46,9 triliun dan listrik sebesar Rp47,7 triliun.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan pemerintah sepakat untuk mengerek alokasi subsidi solar tahun ini dari Rp500 per liter menjadi Rp2 ribu per liter. Hal itu dilakukan untuk mengimbangi kenaikan harga minyak dunia yang telah menembus US$70 per barel atau lebih tinggi dari asumsi APBN.
"Kalau tadinya subsidi solar dibantu pemerintah Rp500 per liter sekarang kami akan membantu menambah Rp1.500 per liter menjadi Rp2 ribu per liter," ujar Rini pekan lalu.