Jakarta, CNN Indonesia --
Mahathir Mohamad, Perdana Menteri
Malaysia yang baru saja terpilih bulan lalu mengatakan negara berkembang, seperti Malaysia memerlukan kebijakan proteksi dagang baru dan berbeda dengan yang diterapkan beberapa negara belakangan ini.
Walaupun tidak menentang pakta perdagangan yang sudah ada sekarang, seperti Kemitraan Trans Pasifik (TPP), ia ingin menegosiasikan ulang kebijakan dagang yang sudah ada saat ini.
"Harus dinegoisasikan ulang," katanya seperti dikutip dari
Reuters, Senin (11/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Mahathir tidak menyebut secara rinci kebijakan proteksi dagang berbeda seperti apa yang diinginkan.
Kebijakan proteksi dagang belakangan ini mengemuka setelah Amerika Serikat di bawah komando Donald Trump menabuh genderang perang dagang. Mulai awal tahun lalu, presiden ke-45 Amerika tersebut telah melancarkan perang dagang terhadap produk China.
Perang dagang tersebut salah satunya mereka lakukan dengan mengenakan tarif bea masuk sebesar 25 persen dan 10 persen atas produk impor baja dan alumunium Negeri Tirai Bambu tersebut.
Selain produk baja dan alumunium, Amerika juga merilis proposal tarif bea masuk impor sampai 25 persen atas lebih dari 1.300 produk China, seperti teknologi, senyawa kimia, transportasi, produk medis, dan robot industri. Proteksi dagang tersebut dilakukan untuk mengatasi defisit neraca dagang mereka dengan China.
Data Departemen Statistik Amerika, pada 2017 lalu menyebut Amerika membukukan defisit neraca dagang dengan China mencapai US$ 375 miliar.
Genderang perang Amerika tersebut dibalas China. April lalu mereka mengenakan tarif impor baru atas 128 produk, seperti buah, daging babi, dan kacang Amerika senilai US$3 miliar. Tarif impor ada yang dipatok sampai dengan 25 persen.
(reuters/bir)