Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penerimaan negara dari
pajak akan kehilangan potensi sekitar Rp1 triliun-Rp1,5 triliun pada tahun ini.
Hal ini demi menjalankan program Pajak Penghasilan (PPh) final bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebesar 0,5 persen.
Robert Pakpahan, Direktur Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mengatakan penerimaan pajak akan merosot karena tarif yang dikenakan hanya separuh dari ketentuan awal sebesar satu persen. Oleh karena diberlakukan mulai Juli mendatang, maka dampaknya langsung terasa di paruh kedua tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi jangka menengah ke panjang, kami harapkan dapat mengurangi beban pajak bagi pelaku UMKM," ucapnya di Kemenkeu, Senin (25/6).
Kendati demikian, dalam perhitungan jangka panjang, program ini justru akan tetap menguntungkan karena pemerintah dapat merangkul lebih banyak lagi wajib pajak dari kalangan ini. Maklum, tarif yang rendah biasanya mampu menggugah wajib pajak untuk ikut bayar kewajibannya.
"Kalau semua ikut, UMKM itu porsinya lebih dari 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jadi, ini mengembangkan ekonomi nanti," katanya.
Pemotongan PPh UMKM ini diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan lalu di Surabaya dan Bali.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak UMKM bersifat final sebesar satu persen yang berlaku bagi UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar setahun. Namun, kini hanya tinggal membayar pajak sebesar 0,5 persen.
Hanya saja, pemotongan pajak ini hanya diberikan dalam jangka waktu sementara, yakni tujuh tahun. Artinya, lepas dari masa itu, tarif 0,5 persen tak berlaku lagi.
"Setelah tujuh tahun, wajib pajak UMKM harus pindah ke rezim umum menggunakan pembukuan untuk menghitung pajaknya," pungkasnya.
(lav/bir)