Pemerintah Waspada Baja dan Keramik China Banjiri RI

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Jumat, 06 Jul 2018 15:34 WIB
Pengenaan tarif bea masuk oleh Amerika Serikat untuk produk baja dan keramik China diperkirakan membuat kedua produk tersebut membanjiri Indonesia.
Pengenaan tarif bea masuk oleh Amerika Serikat kepada produk baja dan keramik China diperkirakan akan membuat kedua produk tersebut membanjiri Indonesia. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mewaspadai serbuan impor baja dan keramik dari China ke Indonesia setelah Amerika Serikat memberikan tambahan bea masuk bagi produk-produk asal negara tirai bambu itu. Pasalnya, ada kemungkinan China akan mengalihkan ekspor dua produk itu ke Indonesia.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengaku khawatir serbuan baja impor dan keramik bikin utilisasi dua sektor itu di Indonesia jadi tak maksimal. Makanya, dari segi kebijakan, perlu ada minimalisasi biaya agar dua produk itu kian bersaing di dalam negeri.

Salah satu kebijakan yang masih ia tunggu adalah penurunan harga gas bagi industri. Sebelumnya, kepastian mengenai penurunan harga gas industri bagi baja sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 Tahun 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, ia masih menanti aturan mengenai penurunan gas bagi keramik agar tak kalah dengan produk impor.


"Sektor baja ini tadi saya sampaikan bahwa kami harus mempersiapkan agar tidak menjadi kebanjiran impor. Lalu, sektor keramik itu juga kalau dibanjiri impor dengan berbagai kualitas tentu industrinya sulit untuk bersaing terutama industri yang menengah ke bawah," jelasnya di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jumat (6/7).

Jika daya saing menguat, maka permintaan barang impor juga berkurang. Hal ini diharapkan memperbaiki posisi neraca perdagangan Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar US$2,83 miliar sejak Januari hingga Mei.

Neraca perdagangan yang baik juga berdampak positif bagi posisi neraca pembayaran. Adapun, neraca pembayaran yang surplus diperlukan bagi Bank Indonesia dalam melaksanakan intervensi moneter dalam rangka stabilisasi rupiah yang kian keok dengan dolar AS.

Apalagi, data Bank Indonesia (BI) mencatat, devisa sejak awal tahun susut 6,89 persen dari US$132 miliar di Januari menjadi US$122,9 miliar lantaran menangani depresiasi rupiah yang mencapai lebih dari 4 persen.


"Jadi, kalau memang ingin memperbaiki neraca pembayaran ya kami tentu lihat sektor yang bisa memperbaiki ekspor dan impor," imbuh dia.

Selain utilisasi produksi sektor yang sudah ada, antisipasi perang dagang dan pemupukan neraca pembayaran bisa dilakukan dengan industri substitusi impor.

Di sektor tekstil, misalnya, pemerintah bisa mensubstitusi paracilin impor, yang merupakan bahan petrokimia serta menjadi bahan baku serat kain dan fiber. Jika itu bisa berjalan, maka industri tekstil Indonesia bisa hemat impor US$2 miliar per tahun.

"Substitusi impor bahan baku akan kami dorong untuk investasi, tetapi kalau industri yang ada pakai itu langsung berdampak ke penghematan devisa. Nah, yang bisa langsung penghematan devisa ini harus digenjot karena hasilnya instan," terang dia. (agi/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER