Pasokan dari Norwegia dan Libya Terganggu, Harga Minyak Naik

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 11 Jul 2018 07:11 WIB
Harga minyak dunia menanjak pada perdagangan Selasa (10/7), waktu Amerika Serikat (AS), dipicu kekhawatiran terhadap gangguan pasokan di Norwegia dan Libya.
Ilustrasi minyak dunia. (REUTERS/Stringer)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia menanjak pada perdagangan Selasa (10/7), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan dipicu oleh turunnya persediaan minyak mentah AS yang lebih banyak dibandingkan perkiraan, serta kekhawatiran terhadap gangguan pasokan di Norwegia dan Libya.

Dilansir dari Reuters, Rabu (11/7), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,79 menjadi US$78,86 per barel. Di awal sesi perdagangan, harga Brent sempat menyentuh level US$79,51 per barel.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,26 menjadi US$74,11 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, harga WTI mencapai level tertinggi sebesar US$74,70 per barel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Harga minyak mentah Brent terdongkrak oleh aksi mogok ratusan pekerja rig migas lepas pantai (offshore) Norwegia. Aksi mogok tersebut menyebabkan penutupan operasional salah satu lapangan migas milik Shell.

Faktor penyebab kenaikan harga juga berasal dari gangguan produksi di Libya. Pasalnya, produksi diketahui telah merosot hingga separuh ke level 527 ribu barel per hari (bph).

Berdasarkan data Institut Perminyakan Amerika Serikat (American Petroleum Institute/API), persediaan minyak mentah AS pekan lalu merosot 6,8 juta barel. Penurunan stok tersebut lebih besar dibandingkan ekspektasi pasar.

Survei Reuters sebelumnya memperkirakan penurunan stok minyak mentah AS rata-rata sebesar 4,5 juta barel. Akibatnya, harga minyak mentah berjangka kembali terdongkrak pada perdagangan usai penutupan (post-settlement).


Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch menilai penguatan harga minyak mentah kemarin juga tak lepas dari terdongkraknya tiga indeks saham utama pasar modal global, Dow JOnes, Nasdaq, dan S&P 500. Bahkan, indeks S&P 500 kemarin ditutup di level tertingginya sejak 1 Februari 2018 lalu.

Kendati demikian, penguatan harga minyak dunia tertahan oleh kemungkinan AS memberikan keringanan sanksi terhadap Iran. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan AS bakal mempertimbangkan permintaan sejumlah negara yang ingin dikecualikan dari sanksi pelarangan ekspor minyak mentah Iran.

"Namun hal ini tidak sepenuhnya berbeda dengan apa yang mereka (pemerintah AS) katakan sebelumnya. Tetapi, ini semua bergantung pada negara mana yang mereka bicara. Apakah pembeli besar dari minyak mentah Iran? Apakah India?" ujar Analis Price Futures Group di Chicago.


Bulan lalu, AS menyatakan ingin mengurangi ekspor minyak dari Iran hingga nihil pada November 2018. Iran merupakan eksportir minyak mentah terbesar kelima di dunia.

Tak hanya itu, Suncor Energy awal pekan ini juga menyatakan fasilitas pasir minyak di Kanada yang terganggu milik Syncrude bisa kembali berproduksi sebagian pada Juli, lebih awal dari perkiraan. Fasilitas pasir minyak Syncrude yang biasanya menghasilkan 360 ribu bph bulan lalu mengalami gangguan yang menyebabkan kenaikan harga minyak mentah AS.

Analis Mizuho Bob Yawger menilai informasi terkini atas operasional Syncrude menahan kenaikan harga minyak AS dan memperlebar selisih harga antara harga WTI dan Brent.

Sementara itu, anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang dipimpin oleh Arab Saudi telah sepakat untuk mengerek produksinya. Meski muncul kekhawatiran bahwa kapasitan cadangan global akan terpakai dan membuat pasar menjadi rentan terhadap penurunan produksi lebih jauh atau di luar dugaan. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER