Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) menyebut perusahaan prinsipal asing, Visa dan Mastercard tetap bisa memproses transaksi pembayaran nasabah dalam negeri, sekalipun bank sentral nasional telah menerbitkan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Direktur Eksekutif Departemen Elektronifikasi dan GPN BI Pungky Purnomo Wibowo mengatakan hal ini karena Visa dan Mastercard telah melaksanakan ketentuan BI.
Ketentuan itu menyatakan perusahaan yang memproses transaksi pembayaran nasabah domestik harus bekerja sama dengan minimal dua perusahaan switching lokal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini kerja sama sudah terjalin, mereka sudah kerja sama dengan dua dari empat perusahaan switching yang ada," ucap Pungky, Kamis (12/7).
Artinya, kartu debit/ATM nasabah yang berlogo Visa dan Mastercard tetap bisa digunakan untuk transaksi di dalam negeri, meski mereka tidak mengganti kartu dengan yang berlogo GPN.
Kendati begitu, Pungky berharap nasabah tetap mau mengganti kartu debit/ATM yang dimilikinya saat ini dengan kartu berlogo GPN. Sebab, kartu GPN memiliki sejumlah manfaat.
"Dengan kartu ini, nasabah tidak perlu membayar untuk iuran tahunan. Lalu, biaya transaksi jadi lebih murah karena transfer dari satu bank ke bank lain sekarang lebih murah," katanya.
Berdasarkan ketentuan GPN, biaya transaksi nasabah yang dilakukan di mesin perekam data (Elektronic Data Capture/EDC) atau yang dikenal dengan Merchant Discount Rate (MDR) akan berkurang.
Untuk transaksi kartu nasabah dari bank A di mesin EDC bank A, hanya dikenakan biaya 0,15 persen. Sedangkan biaya transaksi kartu nasabah dari bank A di mesin EDC bank B, dikenakan biaya 1 persen.
Namun, kartu GPN hanya terbatas untuk transaksi pembayaran nasabah di dalam negeri saja. Sedangkan bila nasabah ingin bertransaksi dengan kartu debit/ATM di luar negeri, nasabah memerlukan kartu berlogo prinsipal asing, seperti Visa dan Mastercard.
GPN Hemat Industri KeuanganBI mengklaim industri keuangan nasional bisa berhemat sekitar Rp7,23 miliar per hari bila nasabah menggunakan kartu debit/ATM yang tergabung dalam sistem GPN.
Pasalnya, penggunaan kartu GPN membuat biaya transaksi nasabah di mesin perekam data (Electronic Data Capture/EDC) atau yang dikenal dengan istilah Merchant Discount Rate (MDR) lebih rendah. Hal ini karena bank tak perlu lagi mengeluarkan biaya switching yang besar ke perusahaan prinsipal asing untuk memproses pengalihan transaksi dari rekening nasabah ke rekening merchant.
Sistem GPN membuat mewajibkan proses transaksi dilakukan melalui prinsipal lokal dengan biaya yang lebih murah, yaitu hanya 0,15 persen untuk transaksi dari kartu bank A di EDC bank A (on us) dan 1 persen untuk transaksi kartu bank A di EDC bank B (off us).
Direktur Eksekutif Departemen Elektronifikasi dan GPN BI Pungky Purnomo Wibowo menjelaskan estimasi penghematan ini berasal dari biaya transaksi on us sebesar Rp24,23 miliar dikurangi biaya transaksi off us Rp17 miliar.
Dasar perhitungan ini didapat karena bank sebelumnya tidak mengenakan biaya MDR untuk on us alias nol persen, tapi kini jadi dikenakan 0,15 persen. Namun, di saat yang bersamaan, biaya MDR off us turun dari 3 persen menjadi 1 persen. Maka, biaya yang harus dikeluarkan dikurangi biaya yang bisa dihemat. "Jadi potensi net savings adalah Rp7,23 miliar," ujar Pungky, Kamis (12/7).
Lebih rinci, hitung-hitungan itu berasal dari rata-rata transaksi harian kartu debit/ATM yang mencapai Rp17 triliun. Dari nilai itu, sekitar 95 persen merupakan transaksi on us. Artinya, nilai transaksi on us sebesar Rp16,15 triliun per hari. Nah, kalau dikali biaya MDR 0,15 persen, maka biaya transaksi yang dibutuhkan untuk proses switching sebesar Rp24,23 triliun.
Sedangkan 5 persen dari rata-rata transaksi harian kartu debit/ATM merupakan transaksi off us, yaitu sebesar Rp850 miliar. Dari nilai tersebut, bila biaya MDR masih 3 persen seharusnya mencapai Rp25,5 miliar. Namun, karena sekarang hanya dikenakan 1 persen, maka biaya switching yang dibutuhkan hanya Rp8,5 triliun. Dengan begitu sekitar 2 persen atau Rp17 miliar bisa dihemat.
Jika dihitung secara tahunan, kartu GPN bisa membuat keuangan nasional tak menguap percuma ke switching asing mencapai Rp2,63 triliun per tahun. Menurutnya, biaya penghematan ini bisa lebih tinggi karena bank juga tak perlu membayar biaya lisensi penggunaan logo prinsipal asing yang sebelumnya digunakan.
"Dengan tidak mengikutsertakan logo prinsipal internasional, dapat menurunkan porsi fee yang harus dibayarkan ke luar negeri," jelasnya.
Santoso, Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau BCA mengatakan setidaknya biaya royalti yang perlu dibayarkan bank ke prinsipal asing sekitar 0,25 persen dari volume transaksi kartu debit/ATM. "Tapi sekarang tidak ada lagi, sudah dihapus (karena berpindah ke GPN)," katanya.
Lebih lanjut, ia bilang ada penghematan lain dari penggunaan kartu GPN, yaitu dari sisi biaya administrasi kartu yang dibayarkan nasabah setiap bulannya. Dengan adanya GPN, biaya administrasi bisa dipangkas sekitar Rp1.000 per bulan. Artinya, dalam setahun nasabah bisa menghemat Rp12 ribu.
Sedangkan kalau dikalkulasi dengan jumlah pemegang kartu debit/ATM BCA saja dengan jumlah mencapai 16,2 juta keping kartu. Maka, biaya dalam setahun untuk administrasi kartu dari para nasabah BCA saja, bisa mencapai Rp194,4 miliar. Itu baru dari para nasabah BCA, bila semua bank turut menurunkan biaya administrasinya, maka penghematan bisa jauh lebih besar.
(lav/bir)