Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) menyebut Indonesia saat ini menghadapi penyakit struktural di sektor perdagangan.
Gejala ini terlihat dari peningkatan
ekspor yang selalu diiringi laju pertumbuhan impor yang lebih tinggi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan gejala tersebut sudah mulai sejak kuartal IV 2017.
Saat itu ekspor hanya tumbuh 8,5 persen. Sementara itu di sisi lain, impor malah tumbuh 11,5 persen. Perbedaan makin melebar pada kuartal I 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu ekspor hanya tumbuh 6,17 persen dan impor tumbuh 12,75 persen.
Dari kondisi tersebut kata Suahasil tergambar jelas bahwa Indonesia selama ini tidak bisa menghasilkan barang ekpor tanpa impor lebih dahulu.
"Ini penyakit Indonesia, pendapatan kalau sudah naik, impor juga akan naik," katanya, Senin (16/7).
Suahasil mengatakan penyakit struktural tersebut tidak bisa diatasi dalam jangka pendek. Pemerintah perlu menyusun strategi jangka menengah dan panjang.
Salah satu caranya adalah dengan mendorong industri manufaktur yang saat ini perkembangannya cenderung menurun.
Suahasil mengatakan saat ini pemerintah tengah berusaha mendorong industri manufaktur dengan memberikan insentif berupa pembebasan pajak penghasilan
(tax holiday) untuk industri rintisan agar pertumbuhan ekspor bisa menyalip impor.
"Untuk mengurangi impor, pemerintah berpikir industri manufaktur perlu dibenahi. Jadi, tidak bisa berbicara mengenai perbaikan perekonomian dan perdagangan tanpa memperbaiki industri manufaktur," ujarnya.
(agt/lav)