Surplus Dagang Juni Tak Mampu Angkat Rupiah ke Zona Hijau

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Senin, 16 Jul 2018 17:01 WIB
Nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp14.394 per dolar AS pada akhir perdagangan Senin (16/7). Posisi ini melemah 16 poin atau 0,11 persen dari Rp14.378.
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika di gerai penukaran mata uang asing ITC Kuningqn,Jakarta. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp14.394 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan pasar spot hari ini, Senin (16/7). Posisi ini melemah 16 poin atau 0,11 persen dari akhir perdagangan pekan lalu, Jumat (13/7) di posisi Rp14.378 per dolar AS.

Bersama rupiah, won Korea Selatan turut melemah 0,51 persen, rupee India minus 0,17 persen, dan yen Jepang minus 0,04 persen. Sedangkan mata uang negara lain di kawasan Asia berhasil menguat dari dolar AS.

Mulai dari baht Thailand menguat 0,11 persen, ringgit Malaysia 0,13 persen, peso Filipina 0,15 persen, renmimbi China 0,18 persen, dan dolar Singapura 0,29 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sementara itu, mata uang negara maju kompak menguat dari dolar AS, seperti rubel Rusia 0,44 persen, dolar Australia 0,21 persen, franc Swiss 0,17 persen, poundsterling Inggris 0,13 persen, euro Eropa 0,12 persen, dan dolar Kanada 0,11 persen.

Ibrahim, Analis sekaligus Direktur Utama PT Garuda Berjangka mengatakan rupiah berpotensi menguat pada hari ini karena sentimen rilis neraca perdagangan Indonesia yang mencatatkan surplus US$1,74 miliar pada Juni 2018. Meski, secara kumulatif tahun berjalan masih mencatatkan defisit US$1,02 miliar pada Januari-Juni 2018.

Data itu setidaknya sudah sesuai dengan ekspektasi pasar. "Makanya pada saat data dirilis, rupiah sempat menguat hingga ke kisaran Rp14.380 per dolar AS," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.


Namun, sentimen positif dari surplus neraca perdagangan kemudian tak mampu terus mengangkat rupiah. Apalagi tiba-tiba datang tekanan dari rilis pertumbuhan ekonomi China. Ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal II 2018 hanya sebesar 6,7 persen atau melambat dari kuartal I 2018 sebesar 6,8 persen.

"Karena data ekonomi China ini jelek, maka dolar AS yang sebelumnya tidak begitu kuat di hadapan rupiah, justru berbalik menguat dan membuat rupiah kembali melemah," terangnya.

Sementara itu, untuk pergerakan rupiah sepanjang pekan ini diperkirakan akan berfluktuasi karena masih ada ketidakpastian global. Salah satu sentimen yang perlu diwaspadai adalah perkembangan ekonomi Negeri Paman Sam.

Pasalnya, bank sentral AS, The Federal Reserve akan kembali memberikan testimoni mengenai perkembangan ekonomi Negara Adidaya itu. Bila pandangannya, ekonomi AS membaik, bukan tidak mungkin dolar AS akan kembali menguat dan melemahkan rupiah.


"Belum lagi soal perang dagang. Kalau hal ini kembali mencuat, bisa saja dolar AS menguat lagi," pungkasnya. (lav/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER