Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (
LPS) memperkirakan bank akan serempak menaikan tingkat suku
bunga simpanan (
deposito) pada bulan depan seiring mulai mengetatnya likuiditas.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan beberapa bank sejatinya sudah mulai mengerek tingkat bunga depositonya. Hal ini terlihat dari rata-rata bunga deposito berdenominasi rupiah yang naik 18 basis poin (bps) menjadi 5,31 persen per Mei-Juli 2018.
Begitu pula dengan bunga deposito berdenominasi valuta asing (valas) yang sudah naik 8 bps menjadi 0,78 persen dan bunga pasar uang antar bank (
Jakarta Interbank Offered Rate/JIBOR) yang naik 45-48 bps.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ada pula beberapa bank yang justru menurunkan bunga deposito karena sudah menaikan lebih dulu sebelum Bank Indonesia (BI) mengerek bunga acuannya pada Mei-Juni lalu.
"Tapi dari tren itu, kami secara umum melihat bank akan mulai menaikan bunga simpanan sejalan dengan kebijakan BI. Penyesuaian bunga akan terkonsentrasi di 1-3 bulan," ujar Halim di kantornya, Rabu (18/7).
Lebih lanjut, tren kenaikan bunga deposito juga dipicu oleh pengetatan likuiditas di perbankan. Hal ini terlihat dari peningkatan rasio pinjaman terhadap kredit yang disalurkan (Loan to Deposit Ratio/LDR).
Secara rata-rata nasional bank umum, LDR berada di angka 91,43 persen pada Mei 2018 dari sebelumnya 88,28 persen pada Mei 2017. Namun, bila dirinci, peningkatan LDR tertinggi terjadi pada kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1 dan 3.
LDR BUKU 1 yang bermodal inti Rp100 juta sampai Rp1 triliun, meningkat dari 67,88 persen menjadi 79,6 persen. Sedangkan LDR BUKU 3 dengan modal inti Rp 5 triliun hingga di bawah Rp30 triliun naik dari 97,3 persen ke 102,13 persen.
Hal ini karena tingkat Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menjadi sumber utama likuiditas perbankan menurun cukup tinggi karena faktor kebutuhan uang tunai yang meningkat saat Lebaran dan dampak tekanan ekonomi global.
"Selain itu, DPK BUKU 3 mengalami koreksi cukup dalam pada Mei lalu karena diserap oleh BUKU 4 (modal inti di Rp30 triliun ke atas). Hal ini terlihat dari kenaikan DPK BUKU 4 yang cukup tinggi," terangnya.
Sementara BUKU 2 dan 4 dengan modal inti masing-masing Rp1-5 triliun dan di atas Rp40 triliun meningkat dari 75,89 persen ke 79,86 persen dan dari 86,6 persen ke 88,94 persen.
Walhasil, faktor-faktor itu membuat kenaikan bunga deposito tak bisa dibendung lagi dalam sebulan ke depan. Sebab, kondisi likuiditas turut menentukan pertumbuhan kredit ke depan.
Di sisi lain, ia memperkirakan bank juga akan mulai gencar mencari sumber dana di luar DPK, misalnya dengan menerbitkan surat utang (obligasi) hingga pinjaman luar negeri. "Tapi untuk pinjaman luar negeri, tentu mereka harus mempertimbangkan risiko dari nilai tukar mata uang," pungkasnya.
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk atau BCA Jahja Setiaatmadja mengaku pihaknya telah mengerek bunga deposito demi menjaga sumber likuiditas bank. Meski, LDR bank masih berada di rentang 76-78 persen.
"Bunga deposito sudah tiga kali naik, jumlahnya mencapai 100 basis poin, sejalan dengan bunga acuan BI," ucap Jahja kepada CNNIndonesia.com.
Namun, tingkat bunga deposito ini masih bisa berubah sejalan dengan kebijakan bunga acuan BI dan The Fed ke depan.
Begitu pula dengan PT Bank Mayapada International Tbk yang mengaku sudah mengerek bunga deposito sebanyak 50 bps sejak BI mengerek bunga acuannya. "Tepatnya kami naikkan pada bulan lalu sebesar 50 bps," ungkapnya.
Berbeda dengan kedua bank swasta itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mengaku justru menurunkan bunga depositonya sekitar 46 bps sejak awal tahun.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan penurunan bunga deposito ini memang tak sejalan dengan tren kenaikan bunga acuan BI. Namun, hal itu dilakukan pihaknya karena tingkat LDR dan DPK perseroanmasih mencukupi.
LDR tercatat sekitar 87 persen hingga semester I 2018. Sedangkan DPK tumbuh 13,5 persen menjadi Rp526,48 triliun pada periode yang sama.
Selain itu, penurunan bunga deposito dilakukan demi memangkas biaya sumber dana
(cost of fund) dan hal itu pun sudah memberi hasil. Sebab, cost of fund sudah turun dari 3 persen pada akhir 2017 menjadi 2,8 persen pada semester I 2018.
"Kami lihat ini tidak semata-mata kami sesuaikan karena tergantung pada likuiditas kami. Jadi kami tidak perlu berlomba-lomba mencari deposito dengan bunga tinggi," pungkasnya.
Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo menambahkan pihaknya ebih fokus menjaga likuiditas melalui dana murah atau tabungan dan giro
(Current Account Saving Account/CASA). Pasalnya, sumber dana ini tak hanya bebas biaya bagi bank, namun kontribusinya juga cukup besar ke DPK, yaitu mencapai 63,8 persen dari total DPK.
(agi)