Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia mencatat lebih dari separuh bank nasional yang ada di Tanah Air masih minim menyalurkan
kredit ke segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Hal ini tercermin dari kinerja bank-bank nasional yang belum menyalurkan kredit UMKM mencapai batas minimum yakni 20 persen dari total kredit bank tersebut tahun ini.
Padahal, hal itu diatur oleh BI dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan atas PBI Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan UMKM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Departemen Pengembangan UMKM BI Yunita Resmi Sari mengatakan bank lokal yang belum memenuhi aturan ini umumnya merupakan kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II dengan modal inti sebesar Rp1-5 triliun.
Menurutnya, bank lokal masih 'pelit' menyalurkan kredit ke segmen itu karena kendala jumlah cabang yang terbatas. Padahal karakteristik UMKM umumnya tersebar di berbagai daerah.
"Mereka terbatas cabangnya. Ada juga yang belum (memenuhi aturan), karena keterbatasan jaringan," ujar Yunita di Kompleks BI, Selasa (17/7).
Hal ini berbeda dengan bank asing. Walaupun jaringannya terbatas, namun setidaknya 50 persen lebih dari jumlah bank asing di dalam negeri sudah memenuhi aturan bank sentral nasional.
"Ini kebanyakan karena mereka (bank asing) melakukan linkage (hubungan) kerja sama dengan perusahaan besar yang memasok bahan baku ke UMKM," terangnya.
Sayangnya, ia enggan memberi data rinci mengenai porsi dan aliran kredit ke UMKM dari masing-masing jenis bank.
Berdasarkan data per Mei 2018, BI menyebutkan porsi penyaluran kredit bank ke segmen UMKM secara kumulatif baru mencapai 20,69 persen.
Artinya, secara kumulatif telah memenuhi aturan BI, meski secara jenis dan kategori bank belum memenuhi.
"Jadi dengan rata-rata 20,69 persen, mungkin masing-masing bank sekitar 18 persen, tapi mereka berusaha memenuhi kelihatannya," terangnya.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) pada periode yang sama masih di bawah batas aman yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuanagan (OJK), yaitu di bawah 5 persen.
Sebagai pembanding, ia bilang, jumlah UMKM yang menerima akses modal berupa kredit bank mencapai 2,05 juta atau setara 25 persen dari total 8,2 juta pemain UMKM. Sisanya, UMKM biasanya memenuhi sumber modal mereka dengan dana internal dan pinjaman dari pihak lain.
Meski penyaluran kredit UMKM stagnan, BI tak bisa memberikan insentif lain kepada bank agar mereka memenuhi aturan penyaluran kredit ke UMKM minimal 20 persen. Bank sentral telah memberi kesempatan melaksanakan aturan secara bertahap sejak tahun lalu.
Penyaluran kredit UMKM diperlukan demi mempermudah akses permodalan ke UMKM dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang besar kontribusinya dari sektor industri usaha kecil.
(lav)