Jakarta, CNN Indonesia --
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 6 ayat 1 huruf c, Pasal 33 ayat 4, dan Pasal 81 ayat 3 Undang-Undang (UU) No. 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan dengan nomer perkara 1/PUU-XVI/2018.
Melalui putusan MK, LPS dapat melakukan hapus buku dan hapus tagih kepada debitur bank selama berkaitan dengan kondisi krisis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hapus buku adalah tindakan administratif menghapus buku pembiayaan yang memiliki kualitas macet dari neraca sebesar kewajiban nasabah tanpa menghapus atau menghilangkan hak tagih kreditur kepada nasabah. Sedangkan hapus tagih adalah tindakan menghapus kewajiban nasabah yang tidak dapat diselesaikan untuk selamanya (hak tagih menjadi hapus).
"Hak hapus tagih dan hapus buku oleh LPS dapat diberikan dalam keadaan normal sepanjang masih berkaitan dengan keadaan krisis dan dilaksanakan sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 46 ayat (5) UU PPKSK," kata Hakim Konstitusi Manahan Sitompul dalam sidang putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/7).
Kendati demikian, penerbitan hak hapus buku dan hapus tagih harus tetap mengacu pada prinsip kehatian-hatian, transparansi serta pruden sebagaimana dituangkan dalam ketentuan pasal 46 ayat 5 UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Sesuai pasal 46 ayat 5 UU PPKSK, LPS memiliki wewenang untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih aset. Hal tersebut dapat dilakukan guna menyelesaikan aset dan kewajiban yang tersisa dari Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) usai Presiden mengakhiri program tersebut. PRP sendiri dapat diaktifkan Presiden saat menghadapi kondisi krisis keuangan.
Sebelumnya, pemohon menilai ketentuan pasal 6 ayat 1 huruf c dan pasal 81 ayat 3 serta pasal 33 ayat 4 UU LPS merugikan hak konstitusionalnya. Sebab tidak menegaskan secara eksplisit terkait wewenang pemohon melakukan hak hapus buku dan hapus tagih. Padahal, pasal 46 ayat 5 UU PPKSK memberikan kewewenangan tersebut.
Menurut MK, LPS sebagai lembaga mandiri mempunyai kewenangan mengelola kekayaan dan bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan semua asetnya. Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat 1 huruf c dan pasal 81 ayat 3 UU LPS.
Manahan melanjutkan, secara umum pengelolaan piutang dari pihak yang berpiutang, baik perseorangan maupun badan hukum, melekat kewenangan untuk melakukan pengelolaan piutang tersebut. Di dalamnya termasuk hak hapus buku dan hapus tagih.
"Kewenangan demikian berdasarkan UU PPKSK juga diberikan kepada LPS," kata Manahan.
(agi)