Jakarta, CNN Indonesia -- Kebutuhan dana kadang tak selalu seiring dengan isi dompet. Ada kalanya, Anda mungkin pernah membutuhkan
pinjaman, baik untuk kebutuhan mendadak maupun yang sebenarnya terencana.
Meminjam uang dari perusahaan jasa keuangan beberapa tahun lalu mungkin jadi perkara sulit. Butuh proses administrasi panjang dan waktu yang tak singkat.
Alhasil, untuk kebutuhan mendadak, sebagian dari Anda mungkin terpaksa mengendurkan malu meminjam dari kerabat dekat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, meminjam uang kini bukan lagi perkara sulit. Menjamurnya penyedia layanan pinjam meminjam berbasis teknologi
(fintech) menawarkan alternatif baru, memberikan pinjaman dengan proses mudah dan waktu yang cepat.
Proses peminjaman uang melalui
fintech memang terbilang lebih mudah dibanding pengajuan pinjaman ke perbankan. Peminjam hanya perlu mengunggah seluruh dokumen yang diberikan secara daring.
Jika memenuhi syarat, dalam waktu hitungan hari pinjaman sudah dapat dicairkan. Hanya saja, kemudahan tentunya tak datang dengan ongkos yang murah.
Kemudahan tersebut memberikan risiko lebih tinggi bagi peminjam, sehingga dikompensasi dengan bunga pinjaman yang tinggi.
Tak heran, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (
OJK) sempat menyebut
fintech adalah rentenir zaman sekarang.
"Suku bunganya itu sampai 19 persen,
which is cukup mahal. Kalau bunga mahal, apa bukan rentenir?" ujar Wimboh beberapa saat yang lalu.
CNNIndonesia.com mencoba melakukan simulasi pinjaman terhadap sebagian dari 54
fintech peer-to-peer lending.
Pada layanan Uang Teman misalnya, pinjaman Rp3 juta dengan jangka waktu 30 hari memiliki bunga mencapai 34,78 persen. Sementara itu, dengan jumlah pinjaman yang sama, Tunaiku mematok bunga sebanyak 22,64 persen per bulan dengan tenor pinjaman enam bulan.
Adapun saat ini, bunga kredit konsumsi pada bank-bank besar dipatok di kisaran 10 persen.
 Uang teman, salah satu fintech peer to peer lending. (dok. Uangteman.com) |
Tak hanya masalah bunga, masyarakat juga sempat risih dengan perusahaan
fintech yang bisa mengakses data peminjam. Belum lupa dari ingatan, kasus RupiahPlus mengakses kontak peminjam yang tak didaftarkan untuk melakukan penagihan. Kasus ini pun kemudian berbuntut panjang.
Meski memiliki risiko yang juga tinggi bagi peminjam, tawaran kemudahan tetap begitu menjanjikan. Namun, adakah sebenarnya saat yang tepat untuk meminjam uang melalui fintech?
Perencana keuangan Finansia Consulting Eko Endarto menekankan sebaiknya tak menggunakan
fintech sebagai sumber pembiayaan yang utama. Ini lantaran bunga
fintech yang cukup tinggi.
Eko menyarankan Anda mencari alternatif pinjaman lainnya lebih dulu, sebelum membutukan meminjam uang melalui
fintech. Jika kepepet, keluarga sebaiknya menjadi sarana pembiayaan paling utama karena memiliki risiko kecil.
Meminjam pada
fintech, menurut dia, sebaiknya menjadi jalan terakhir untuk memenuhi kebutuhan dana.
"Tapi, ada beberapa hal yang perlu diketahui masyarakat. Pertama, harus tahu bahwa risiko fintech cukup tinggi. Kedua, jangka waktu pinjamannya pendek. Ketiga, hanya untuk konsumsi dan pastikan sudah punya bayangan untuk membayarnya," jelas Eko.
Menurut Eko, jika sudah memiliki catatan utang di Bank, Anda sebaiknya tetap meminjam uang melalui bank dibandingkan menjajal pinjaman
fintech. Meminjam melalui fintech, menurut dia, bisa memuat keuangan seseorang lebih berisiko.
"Jangan pernah lari ke
fintech sebagai piihan pertama, itu sudah jelas salah," tegasnya.
Sementara itu, Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Mohammad Andoko tak mengharamkan pinjaman melalui
fintech. Namun, sebelum meminjam, Anda tentu harus paham aturan mainnya.
Meminjam uang ke
fintech hanya disarankan jika membutuhkan uang secara mendadak. Selain itu, pinjaman tersebut hanya boleh digunakan untuk menopang kegiatan konsumsi saja.
Andoko beralasan, pengajuan kredit produktif lebih baik melalui perbankan karena institusi jasa keuangan bisa mengkaji kemampuan bayar pelaku usaha melalui analisis neraca arus kas. Selain itu, plafon pinjaman
fintech pun terbatas untuk kredit produktif.
"Meski memang ada fintech yang menyediakan pinjaman produktif, tapi perlu diingat bahwa sasaran utama
fintech ini adalah golongan masyarakat yang unbankable. Yang memang tidak bisa mendapat pembiayaan dari perbankan," ujar Andoko.
Jika sudah yakin meminjam dari fintech, masyarakat diminta untuk memahami bahwa bunga
peer-to-peer lending juga lebih besar dari bank karena tenornya cukup pendek dan risikonya juga lumayan besar.
Meski merasa paham di Awal bakal dikenakan bunga tinggi, masih ada nasabah yang merasa terjebak. Hal ini lantaran masyarakat hanya paham bahwa bunga yang dibebankan dihitung secara bulanan.
Padahal, ada
fintech yang menerapkan bunga harian. Hal ini terkadang bikin nasabah kelimpungan.
"Selain itu, perusahaan
fintech ini kan juga pegang data social media kita, dan rekam jejaknya bisa dilihat oleh mereka sehingga akan sulit mengelak jika memang tak bisa membayar," jelas Andoko.
Tak hanya soal aturan main, Andoko menjelaskan masyarakat harus cermat dalam memilih perusahaan
fintech. Setidaknya, ada faktor hal yang perlu diperhatikan sebelum meminjam lewat
fintech, yakni plafon pinjaman uangnya, agunan pinjamannya, dan besaran bunga yang ditawarkan dibandingkan
fintech lainnya.
Selain itu, yang terpenting, perusahaan itu harus masuk daftar perusahaan fintech yang diawasi langsung oleh OJK. "Dan tentu masyarakat juga perlu tahu risikonya. Misal kalau mereka tidak bisa membayar utang, nanti konsekuensinya seperti apa, dan lainnya," imbuh Andoko.
(agi)