Pemerintah Siap Impor Bahan Baku dan Barang Modal Produksi AS

Agus Triyono | CNN Indonesia
Senin, 30 Jul 2018 09:05 WIB
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan Indonesia siap membuka impor produk AS agar keringanan bea masuk produk Indonesia ke AS tidak dicabut.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan siap buka impor bahan baku dan modal dari AS agar keringanan bea masuk produk Indonesia ke AS tidak dicabut. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan bahwa Indonesia siap membuka keran impor atas bahan baku dan barang modal produksi Amerika Serikat (AS) yang tidak diproduksi di dalam negeri untuk mendukung industri nasional.
 
Kesiapan tersebut langsung dinyatakannya saat bertemu dengan Duta Besar Perakilan Dagang Amerika (USTR) Robert E Lighthizer di Amerika beberapa waktu lalu.

Kesediaan membuka keran impor bahan baku dan produksi AS juga disampaikan sebagai upaya pemerintah meminta Negeri Paman Sam tetap mempertahankan pemberian fasilitas keringanan bea masuk (Generalized System of Preference/ GSP) atas produk Indonesia.

 
"Permintaan mempertahankan GSP sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan nasional, tetapi AS juga. Karena itu terkait proses produksi domestik mereka, jadi sebetulnya ini kerja sama saling menguntungkan," kata Enggartiasto seperti dikutip dari Antara, Minggu (29/7).
 
Enggar mengatakan bahwa pemerintah ngotot mempertahankan fasilitas GSP karena merasa bahwa industri nasional masih memerlukannya. Fasilitas tersebut masih diperlukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar AS.
 
Selama ini Enggar mengatakan bahwa fasilitas GSP yang diberikan kepada produk Indonesia, seperti; karet, ban mobil, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, alat musik, pengeras suara, keyboard dan baterai cukup membantu industri nasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

 
Walau membantu, fasilitas GSP yang digunakan produk Indonesia baru mencapai US$1,9 miliar.
 
Angka tersebut masih jauh di bawah negara penerima GSP lainnya, seperti India yang sudah mencapai US$5,6 miliar, Thailand yang sudah US$4,2 miliar, dan Brasil yang sudah US$2,5 miliar. Sebagai informasi, pemerintah AS saat ini memang tengah mengkaji pemberian fasilitas GSP yang mereka berikan untuk produk asal negara berkembang, termasuk Indonesia.
 
Evaluasi tersebut membuat pemerintah dan pengusaha dalam negeri cemas. Mereka khawatir evaluasi tersebut nantinya akan berujung pada penghentian pemberian fasilitas GSP untuk produk Indonesia.
 
Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani beberapa waktu lalu mendesak pemerintah agar melobi pemerintah AS agar fasilitas GSP bisa tetap dipertahankan.

(antara)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER