Rilis Data Pertumbuhan Tak Kuat Sokong Rupiah

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 07 Agu 2018 09:28 WIB
Pertumbuhan ekonomi semester I 2018 yang berhasil mencapai 5,17 persen tidak mampu menyokong rupiah. Rupiah pada perdagangan Selasa (7/8) masih lemah.
Ilustrasi rupiah. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pertumbuhan ekonomi semester I 2018 yang berhasil mencapai 5,17 persen tak mampu topang pergerakan rupiah. Terbukti, Selasa (7/8) atau sehari pasca data pertumbuhan ekonomi dirilis, rupiah masih bergerak loyo.

Di pasar spot, Selasa (7/8) pagi rupiah diperdagangkan di level Rp14.486 per dolar Amerika Serikat (AS) atau melemah 0,08 persen dibandingkan sesi penutupan perdagangan Senin (6/8) yang berada di level  Rp14.478.

Tapi, rupiah tidak sendiri. Pelamahan juga dialami sejumlah mata uang Asia. Won Korea Selatan minus 0,24 persen, ringgit Malaysia minus 0,15 persen, dan dolar Singapura minus 0,04 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hanya yen Jepang yang berhasil menguat 0,1 persen dan peso Filipina 0,04 persen.

Sebaliknya, mayoritas mata uang negara maju justru menguat dari dolar AS. Poundsterling Inggris menguat 0,03 persen, dolar Kanada 0,06 persen, dolar Australia 0,07 persen, euro Eropa 0,08 persen, franc Swiss 0,1 persen, dan rubel Rusia 0,13 persen.



Kendati melemah, namun Reza Priyambada memperkirakan pergerakan rupiah masih bisa menguat tipis pada hari karena sentimen internal yang berasal dari rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen.

"Karena masih mendapat tekanan dari luar," katanya, Selasa (7/8).

Sentimen eksternal berupa perseteruan perang dagang antara AS dengan China akan kembali memberi tekanan kepada sejumlah mata uang di dunia, termasuk rupiah. 

Setelah AS mengerek tarif bea masuk impor lagi, China rencananya juga akan kembali membalas. Negeri Tirai Bambu itu rencananya akan mengenakan tarif tambahan impor sebesar 5-24 persen atas produk impor dari AS dengan nilai mencapai US$60 miliar.

"Diharapkan sentimen positif dari dalam negeri dapat mengimbangi sentimen global yang menunjukkan dolar AS masih cenderung terapresiasi dengan sentimen ancaman perang dagang tersebut," katanya.





(agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER