Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyebut penanganan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan masih menunggu audit yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati mengatakan hasil audit terhadap BPJS ini diperkirakan selesai dalam waktu satu pekan. Ini molor dari target sebelumnya yang seharusnya rampung di pekan ini.
"Jadi tunggu dalam waktu satu minggu, BPKP akan sampaikan kepada kami dan kami akan lihat angkanya," papar Sri Mulyani di Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kamis (9/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, audit yang dilakukan mencakup arus kas BPJS Kesehatan serta tren masyarakat dalam menggunakan fasilitas kesehatan. Menurut Sri Mulyani, Kementerian Kesehatan juga sudah bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait audit standarisasi pelayanan beberapa waktu terakhir.
"Serta kami sepakat untuk menunggu BPKP dulu untuk melihat detail, jumlah tagihan yang sudah dibayarkan sampai Juli 2018 dan komponennya apa saja," imbuh dia.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan masalah penanggulangan defisit BPJS Kesehatan sudah dibicarakan di dalam rapat koordinasi di Kemenko PMK. Hanya saja, karena audit BPKP belum selesai, maka kesimpulan yang didapatkan adalah membahas masalah defisit ini selama satu pekan ke depan.
Adapun, sasaran objek audit adalah arus kas BPJS Kesehatan sejak Januari hingga Juni kemarin.
"Sebelum tahun 2018 kami susun RKAP, yang disusun bersama dengan pemerintah, dan semuanya juga tahu bahwa ada
mismatch. Kami yang penting anggaran berimbang, pelayanan ke masyarakat tidak terhenti, namun dari mana sumber (penutupan defisit) ini nanti kami lah," jelasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Utama BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan suntikan uang dari kantong negara ini merupakan transfer langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola Kementerian Keuangan kepada BPJS Kesehatan. Jumlah dana yang akan dikeluarkan pemerintah memang akan ditentukan setelah audit BPKP terbit.
Menurutnya, opsi bantuan pemerintah ini ditempuh karena dianggap lebih adil. Adapun di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2016, terdapat tiga opsi untuk menutupi defisit, yakni penyesuaian manfaat, penyesuaian iuran, dan bantuan pemerintah.
Namun, Presiden Joko Widodo mengarahkan bahwa manfaat tidak boleh dikurangi, sehingga opsi bantuan dana ini yang tengah diracik pemerintah. Sehingga, setelah dana ini mengucur, maka seharusnya tidak ada lagi pelayanan yang terganggu.
"Yang diambil ya akhirnya bantuan pemerintah, yang penting selama APBN
balance," ujarnya.
Hingga akhir tahun 2017, defisit BPJS Kesehatan tercatat Rp9,75 triliun. Ini lantaran iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) hanya sebesar Rp74,25 triliun, sementara jumlah klaimnya mencapai Rp84 triliun.
BPJS Kesehatan sebelumnya juga telah memprediksi bahwa defisit tahun ini akan menembus angka Rp16,5 triliun.
(agi)