Investasi Asing Susut, Indonesia Dinilai Kalah Saing di ASEAN

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Selasa, 14 Agu 2018 18:04 WIB
Investasi langsung asing yang minim pada kuartal II 2018 dinilai mencerminkan daya saing bisnis di Indonesia yang masih berada di belakang negara Asia Tenggara.
(CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Investasi langsung asing yang minim pada kuartal II 2018 dinilai mencerminkan daya saing bisnis di Indonesia yang masih berada di belakang negara berkembang lain di Asia Tenggara.

Ekonom Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menilai realisasi investasi asing pada kuartal II mencerminkan daya tarik investasi di Indonesia masih kalah dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.

"Investor sebenarnya melirik kawasan Asia Tenggara. Ketika sampai ke kawasan mereka harus memutuskan negara mana yang dipilih. Indonesia berhadapan dengan saingan seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand," ujar Ahmad saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (14/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data Badan Kooordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada kuartal II 2018 menurun sebesar 12,9 persen menjadi Rp95,7 triliun secara tahunan. Padahal, pada kuartal sebelumnya realisasi PMA masih bisa tumbuh sebesar 12,3 persen menjadi Rp109,9 triliun.


Secara akumulasi, realisasi PMA sepanjang semester I 2018 tercatat sebesar Rp204,6 triliun atau turun 1,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp206,9 triliun.

Pemerintah, lanjut Ahmad, telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki iklim investasi, salah satunya deregulasi. Namun, negara lain juga melakukan upaya yang sama atau bahkan lebih baik.

Misalnya, Vietnam yang memberikan sejumlah kemudahan untuk berinvestasi, terutama di sektor manufaktur. Sementara itu, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia malah melambat.

"Negara lain mungkin lebih berinovasi dalam memberikan insentif dan kemudahan kepada investor," ujarnya.

Melihat hal itu, Ahmad mengimbau agar pemerintah mempercepat upaya perbaikan. Di tengah gejolak global yang diliputi ketidakpastian, menurut Ahmad, investor asing pasti lebih banyak memilih untuk menempatkan investasi di negara yang diyakini lebih memberikan kepastian.

Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong mengungkapkan melambatnya laju investasi asing tak lepas dari gejolak kurs rupiah dan sentimen perang dagang Amerika Serikat dengan China. Tak hanya itu, Indonesia juga sudah memasuki tahun politik yang akan berlanjut sampai tahun depan.

Gejolak tersebut akan berpengaruh pada investasi jangka pendek karena sejumlah proyek akan ditunda di tengah kondisi ketidakpastian. Namun, dalam jangka menengah, pengaruhnya terhadap investasi tidak besar.

"Sikap wait and see yang toh akan terjadi pada tahun politik diamplifikasi oleh gejolak rupiah dan gejolak perekonomian di negara berkembang," ujar Thomas di kantornya. Selasa (14/8).

Karenanya, upaya stabilisasi rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun perbaikan defisit transasksi berjalan oleh pemerintah menjadi penting. Dengan demikian, keyakinan investor asing untuk berinvestasi bisa terjaga.


Deputi Pengendalian dan Pelaksanaan BKPM Azhar Lubis merinci penurunan investasi asing bersumber dari investasi sejumlah negara utama. Sepanjang April-Juni 2018, penurunan investasi terbesar terjadi pada PMA Korea Selatan dari US$0,9 miliar menjadi US$0,25 miliar.
Penurunan investasi juga terjadi pada PMA Singapura, selaku investor terbesar, turun dari US$2,6 miliar menjadi US$2,4 miliar. PMA Jepang juga turun dari US$1,4 miliar menjadi US$1 miliar.

"Mereka (PMA) ada yang menunda (proyek) karena sentimen global," ujarnya.

Lima sektor utama yang masih menjadi primadona bagi investor asing pada kuartal II 2018 antara lain pertambangan dengan nilai investasi US$995,3 juta; perumahan, kawasan industri, dan perkantoran US$962,8 juta; listrik, gas, dan air US$898 juta; industri logam, mesin dan elektronik US$781,1 juta; dan transportasi, gudang, dan telekomunikasi US$586,3 juta.

Dari sisi lokasi, mayoritas proyek PMA berada di DKI Jakarta dengan porsi 16,9 persen dari total PMA. Kemudian, Jawa Barat mengekor dengan porsi 12,6 persen.

Adapun, total tenaga kerja yang terserap oleh PMA di kuartal II 2018 mencapai 156.241 orang pada 12.357 proyek PMA. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER