Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah meminta PT
Pertamina (Persero) dan PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk menyetop impor barang modal dan menunda pembangunan proyek dalam enam bulan ke depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dua perusahaan pelat merah tersebut selama ini dianggap mengimpor barang modal dalam jumlah cukup banyak. Ke depan, Pertamina dan PLN diminta untuk meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di dalam proyek-proyeknya.
Rencananya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan akan menyusun daftar barang-barang impor bagi Pertamina dan PLN yang bisa ditahan dalam enam bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua request impor (PLN dan Pertamina) stop dulu dalam enam bulan ke depan dan dilihat kondisi neraca pembayaran yang harus membaik," ujar Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (14/8).
Tak hanya soal impor barang modal, pemerintah juga menahan PLN dan Pertamina menunda kelanjutan proyek yang belum memasuki fase kewajiban pembiayaan (financial closing). Ini demi menghindari potensi penggunaan barang modal impor yang digunakan usai financial closing diteken.
"Kami akan lakukan enam bulan ke depan dengan sangat firm (jelas), sehingga kontribusi terhadap impor barang modal dari BUMN bisa dikendalikan," jelas dia.
Sri Mulyani bilang, penghentian aliran barang modal impor bagi PLN dan Pertamina merupakan satu dari dua kebijakan pembatasan impor yang akan dilakukan pemerintah. Adapun, kebijakan satu lagi terkait dengan pembatasan impor barang konsumsi.
Rencananya, pengendalian impor barang konsumsi akan dimulai dengan mengidentifikasi 500 komoditas yang sekiranya bisa diproduksi dalam negeri dan menjadi substitusi barang-barang tersebut.
Tak hanya itu, langkah pengendalian juga akan dilakukan termasuk menyisir barang-barang impor yang diduga berasal dari kegiatan belanja daring (online).
"Kami akan melakukan langkah drastis dan tegas untuk mengendalikan impor. Kami akan lihat, kalau permintaan melonjak tinggi dan dia tidak strategis dan dibutuhkan dalam perekonomian maka akan dikendalikan," pungkas Sri Mulyani.
Saat ini, pemerintah tengah fokus dalam pengendalian impor seiring defisit transaksi berjalan yang kian melebar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan posisi neraca perdagangan yang defisit sebesar US$1,02 miliar antara Januari hingga Juni kemarin.
Hasilnya, defisit transaksi berjalan di kuartal II 2018 menembus US$8 miliar atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau melebar dari kuartal sebelumnya yakni 2,2 persen dari PDB.
(lav)